Pertumbuhan Industri Makanan Minuman Tertekan Penurunan Harga Sawit

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Proses produksi industri makanan dan minuman di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Rabu (13/9/2017).
Penulis: Ekarina
9/5/2019, 06.01 WIB

Industri pengolahan makanan minuman tumbuh melambat pada kuartal I 2019. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyatakan perlambatan disebabkan melemahnya kinerja industri pengolahan minyak sawit. Selain itu, pelemahan kinerja industri  kecil dan menengah (IKM) makanan minuman.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan makanan minuman tumbuh 6,77% pada kuartal I, melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 12,7%. Meskipun pertumbuhan pada kuartal I ini lebih baik dibandingkan kuartal IV 2018 yang sebesar 2,74%.

Ketua Gapmmi Adhi S.Lukman mengatakan harga sawit masih anjlok. Ini mempengaruhi kinerja industri pengolahan minyak sawit. "Di kuartal IV 2018, volume dan harga sawit anjlok di bawah US$ 500 per ton dan belum ada peningkatan signifikan hingga awal tahun, meskipun kondisinya membaik," ujarnya kepada katadata.co.id, Rabu (9/5).

(Baca: Sektor Industri Masih Penyumbang Terbesar Pertumbuhan Ekonomi)

Di sisi lain, kinerja IKM makanan minuman melemah. Sebelumnya, industri makanan sektor IKM tertekan akibat fluktuasi nilai tukar yang mempengaruhi harga bahan baku. Sedangkan pada kuartal I, industri sulit mengerek penjualan seiring penyesuaian harga produk makanan dan minuman yang dilakukannya.

Adapun, menurut dia, industri makanan minuman skala sedang hingga besar tak terpengaruh kondisi tersebut. Sebab, sebagian retailer atau distributor membeli barang dari produsen dengan harga lama. "Ditambah lagi mulai ada peningkatan order di Maret untuk mengantisipasi permintaan selama Ramadan dan Lebaran," katanya.

(Baca: Pemilu dan Ramadan Kerek Pertumbuhan Industri Mamin dan TPT Semester I)

Dengan situasi bisnis yang masih menantang, ia memprediksi industri makanan minuman hanya akan tumbuh di kisaran 6%-8% tahun ini. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan prediksi Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Sebelumnya, Kemenperin memprediksi industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan produk tekstil (TPT) akan mengalami akselerasi pertumbuhan tahun ini. Penyokongnya, pengeluaran masyarakat terkait Pemilu 2019 dan Ramadan.

Prediksi juga dengan melihat naiknya investasi di industri tersebut. “Kami harapkan industri makanan dan minuman akan tumbuh lebih dari 9% tahun ini seiring peningkatan investasi, termasuk di industri TPT serta alas kaki,”  kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar, akhir April lalu.

(Baca: Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Melambat)

Pada 2018, pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 7,91%, sedangkan industri TPT tumbuh 8,73%. Pertumbuhan industri di dua sektor ini melebihi pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,17%.

Haris optimistis, beberapa sektor industri pengolahan lainnya juga akan menujukkan geliat positif seperti industri logam, petrokimia, elektronika, dan otomotif. “Sektor-sektor tersebut sedang kami prioritaskan pengembangannya agar lebih berdaya saing global, sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0,” ujarnya.