Industri 4.0 Akan Menambah PDB Indonesia hingga Rp 2.100 Triliun

KATADATA/MICHAEL NATHANIEL
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kedua dari kiri) dan Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua dari kanan) menjadi pembicara dalam diskusi Transformasi Kebijakan Ekonomi di Era Industri 4.0, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Senin (15/4).
Penulis: Hari Widowati
15/4/2019, 17.16 WIB

Implementasi industri 4.0 diperkirakan dapat menambah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar US$ 120-US$ 150 miliar atau sekitar Rp 1.680-Rp 2.100 triliun pada 2025. Program tersebut juga akan menyerap tenaga kerja sebanyak 17 juta orang.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, nilai ekonomi yang muncul dari implementasi program industri 4.0 tersebut setara 1-2% dari PDB Indonesia. "Ada potensi 17 juta lapangan pekerjaan baru di mana 4,5 juta terkait dengan manufaktur, sisanya 12,5 juta adalah services related to manufacture," kata Airlangga usai membuka Indonesia Industrial Summit 2019, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Senin (15/4).

Berdasarkan studi yang dilaksanakan Kementerian Perindustrian dan McKinsey & Company, kekhawatiran bahwa industri 4.0 akan memangkas jumlah lapangan pekerjaan dinilai tidak benar. "Sebanyak enam juta hingga 24 juta orang di Indonesia membutuhkan pelatihan lagi (reskilled) pada 2014-2030," ujar Senior Partner McKinsey Singapura Kaushik Das. Namun, bukan berarti banyak orang kehilangan pekerjaan. Yang terjadi, produktivitas justru akan meningkat dan pekerja merasakan pekerjaannya lebih berkualitas.

(Baca: Kemenperin Luncurkan Indeks Kesiapan Industri, INDI 4.0)

Kontribusi Sektor Manufaktur

Airlangga menyebutkan, dengan adanya tambahan PDB sebesar Rp 1.680-Rp 2.100 triliun, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB akan meningkat menjadi sekitar 25% pada 2025. Kontribusi sektor manufaktur Indonesia terhadap PDB pada 2017 mencapai 20,2% atau berada di urutan kelima di dunia menurut data Bank Dunia. Angka tersebut mendekati kontribusi manufaktur di Jerman yang sebesar 20,7% PDB.

Negara yang memiliki kontribusi manufaktur tertinggi terhadap PDB adalah Tiongkok, yakni 29,3% PDB. Di posisi kedua adalah Korea Selatan dengan kontribusi manufaktur 27,6% PDB disusul Jepang dengan 21% PDB. "Kontribusi sektor manufaktur pernah mencapai 30% PDB pada 1998, itu zaman ayah saya menjadi menteri. Namun, saat itu PDB Indonesia hanya US$ 95 miliar," kata Airlangga.

(Baca: Prabowo Soroti Deindustrialisasi, Jokowi Bangga Kuasai Freeport)

Saat ini telah terjadi perubahan kondisi ekonomi dunia yang disebut sebagai "The new normal" sehingga tidak ada lagi negara yang memiliki kontribusi sektor manufaktur sebesar 30% terhadap PDB. Standar baru kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB di dunia adalah 16,5% PDB sehingga Indonesia tergolong negara yang berada di atas rata-rata.

Dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, ada lima subsektor industri yang menjadi prioritas bagi penerapan digitalisasi industri. Kelima subsektor industri tersebut adalah otomotif, elektronik, makanan dan minuman, kimia, serta tekstil dan busana.

Indonesia dan Singapura telah melaksanakan penilaian mandiri (self assesment) terhadap subsektor-subsektor industri yang masuk ke industri 4.0. Hal ini diukur dengan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI).

(Baca: Bantah Deindustrialisasi, Kemenperin: Sumbangan PDB Manufaktur Tinggi)

"Perusahaan Indonesia yang ikut itu lebih dari 300 perusahaan. Rata-rata skornya 2,4 atau cukup siap untuk menerapkan industri 4.0," kata Airlangga. Di Asean, Indonesia dan Vietnam memiliki kesiapan tertinggi dalam implementasi industri 4.0. Di masa depan, skor implementasi industri 4.0 ini diharapkan meningkat menjadi 4 poin.

Reporter: Michael Nathanael