Perum Bulog melalui Subdivisi Regional Banyumas, Jawa Tengah, mulai menyerap gabah dan beras kualitas medium public service obligation (PSO). Langkah ini ditempuh untuk menjaga stabilitas harga komoditas tersebut di tingkat produsen atau petani.
"Ini merupakan penyerapan pertama Bulog Banyumas untuk periode musim panen 2018-2019 melalui PSO, baik untuk gabah maupun beras dengan harga sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 plus 10%," kata Kepala Bulog Divisi Regional Yogyakarta Rini Andrida di Kompleks Pergudangan Klahang, Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Senin sore (1/4).
(Baca: Harga Gabah Anjlok Akibat Panen Raya dan Cuaca Buruk )
Bulog berkomitmen menyerap gabah dan beras PSO sebanyak-banyaknya, asalkan memenuhi ketentuan yang diatur dalam Inpres Nomor Tahun 2018. Selain di Bulog Subdivre Banyumas, penyerapan gabah dan beras PSO juga dilakukan di Bulog Subdivre Kedu dan Yogyakarta. Hingga saat ini beras PSO yang sudah masuk di wilayah Bulog Divre Yogyakarta sekitar 58 ton.
Rini menyatakan pihaknya tetap menyerap beras PSO maupun komersial karena beras PSO sebagai cadangan pangan nasional, khususnya wilayah Yogyakarta. Sementara untuk pengadaan beras komersial akan digunakan untuk perdagangan di pasaran. Saat ini penyerapan beras komersial di wilayah Bulog Divre Yogyakarta kurang lebih sudah 1.300 ton.
Adapun stok beras PSO di gudang Bulog Divre Yogyakarta, menurutnya saat ini jumlahnya mencapai sebanyak 25.000 ton. Angka ini tersebar di beberapa wilayah, seperti Banyumas, Kedu, dan Yogyakarta. "Karena sudah tidak ada penyaluran rastra, beras PSO tersebut digunakan untuk kegiatan KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga) atau Operasi Pasar (OP)," katanya.
(Baca: Kementan: Petani Panen, Saatnya Bulog Serap Gabah)
Sementara terkait dengan kualitas gabah hasil panen petani, Rini mengatakan produksi padi di wilayahnya mengalami sejumlah kendala. Berdasarkan pantauan beberapa minggu terakhir, tanaman padi siap panen sebenarnya masih terlihat bagus.
Masalahnya, kondisi cuaca buruk berupa tingginya curah hujan dan angin kencang menyebabkan beberapa tanaman padi petani rusak dan mempengaruhi kualitas gabah. Harga gabah hasil tanaman padi yang rusak ini pun anjlok, karena tidak sesuai dengan kualitas atau standar minimal yang ditentukan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015.
Untuk memaksimalkan penyerapan dan menghindari harga anjlok, Kepala Bulog Subdivre Banyumas Sony Supriyadi mengatakan hingga Senin (1/4), pihaknya sudah menerima kontrak dari mitra kerja sebanyak 10 ton gabah dan 10 ton beras PSO. "Hari ini sudah mulai masuk secara bertahap. Jika sudah terpenuhi semua, mitra kerja tersebut bisa mengajukan kontrak lagi," katanya.
Merespons anjloknya harga jual gabah di daerah, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya menyatakan telah meminta Bulog berinisiatif menstabilkan harga gabah di pasar. Saat ini sejumlah wilayah tengah memasuki akhir musim panen raya.
Pasokan yang melimpah karena panen membuat harga gabah di beberapa wilayah anjlok hingga jatuh ke angka Rp 3.500 per kg atau berada di bawah HPP gabah sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg). Harga tersebut, menurutnya juga jauh dari rekomendasi Presiden Joko Widodo yang mengingingkan harga gabah berada di kisaran Rp 4.070 per kg atau di level yang sama seperti hpp dengan fleksibilitas 10 persen.
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi menuturkan, turunnya harga gabah karena saat ini wilayah sentra produksi padi sedang panen raya. Beberapa di antaranya ada di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat ( NTB), Kalimantan Selatan, dan Lampung.
"Kondisi ini merupakan waktu yang tepat bagi Bulog untuk menyerap hasil panen petani secara maksimal," ujar Agung. Dia juga berharap serapan gabah oleh Bulog mampu menstabilkan harga pangan baik di tingkat petani maupun konsumen.
Harga Anjlok
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Maret 2019 harga gabah secara nasional turun dibandingkan Februari 2019. Penurunan harga diduga disebabkan oleh suplai yang melimpah dan menurunnya kualitas gabah.
Harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Maret 2019 turun 9,98 persen dibanding bulan sebelumnya, dari Rp 5.114 per kg menjadi Rp 4.604 per kg. Harga gabah kering giling (GKG) turun 5,11 persen dari Rp 5.828 per kg menjadi Rp 5.530 per kg. Sedangkan harga gabah kualitas rendah turun 6,93 persen dari Rp 4.616 per kg menjadi Rp 4.296 per kg.
(Baca: Jelang Ramadan, Menteri Enggar Tinjau Harga Bahan Pokok di Pasar)
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan suplai gabah melimpah disebabkan masa panen raya, sehingga membuat harga turun. "Selain itu, (harga gabah turun) karena musim yang tidak terlalu bagus, berpengaruh pada kualitas gabah. Itu berimplikasi pada harga gabah di Maret 2019,” kata Suhariyanto di kantornya, Jakarta, saat menggelar konferensi pers, Senin (1/4).