Kaum Hawa Cemaskan Kenaikan Harga Kosmetik Impor

Antara Foto /Oky Lukmansyah
Pembatasan kosmetik impor dikhawatirkan memicu kenaikan harga dan munculnya kosmetik ilegal.
Penulis: Ekarina
8/9/2018, 07.00 WIB

Pemerintah belum lama ini merilis kebijakan terkait penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 barang konsumsi dari luar negeri yang bertujuan untuk meredam impor dan mendorong penggunaan produk dalam negeri, yang mana salah satunya menyasar  kosmetik dan produk-produk perawatan tubuh. Meski demikian, langkah itu dikhawatirkan sebagian kalangan karena berpotensi menyebabkan kenaikan harga jual produk hingga terjadi kelangkaan di pasar.

Stefany Lakhsamana (31), perempuan yang sehari-hari bekerja di bisnis jasa rias atau makeup artist mengaku khawatir dengan kebijakan penyesuaian pph impor akan menyebabkan harga kosmetik yang biasa dia gunakan harganya kembali naik. Sebab, belum lama ini menurutnya harga jual beberapa produk kosmetik produksi luar yang dia gunakan sudah mengalami kenaikan sejak penguatan dolar beberapa waktu terakhir.

"Beberapa harga kosmetik luar sudah ada kenaikan, tapi ada juga beberapa yang masih menggunakan harga lama," ujarnya kepada Katadata, Jumat(7/9).

Stefany mengaku khawatir, sebab untuk sekali belanja perlengkapan rias, dia bisa langsung membeli beberapa jenis kosmetik dengan minimal bujet yang dihabiskan sebesar Rp 5 juta.

"Intinya kalau harga kosmetik naik bagi perias sangat berpengaruh karena itu alat utama yang kami gunakan. Produknya beragam, kalau untuk kosmetik luar biasanya saya menggunakan untuk jenis loose powder, foundation, lipstick atau eyeshadow," ujarnya.

(Baca : Dibayangi Kebijakan PPh Impor, The Body Shop Target Kenaikan Usaha 12%)

Dengan harga kosmetik impor yang berpotensi mengalami kenaikan, dia pun mengaku dalam posisi dilematis untuk menaikan tarif jasa riasnya ke pelanggan. Karena dia khawatir mereka akan pindah ke penyedia jasa rias lainnya. Sebab, bisnis rias tengah naik daun dan persaingannya cukup ketat, sehingga pengguna akan memiliki banyak pilihan penyedia jasa.

Untuk jasa rias, dia membagi layananannya menjadi dua jenis. Pertama, jasa rias dengan menggunakan koleksi makeup high-end dengan kosmetik impor bertarif sekitar Rp 600 ribu per orang. Sementara untuk perangkat kosmetik lokal, dia mematok tarif rias sebesar Rp 250 ribu-Rp 300 ribu per orang.

Tak hanya itu, nada keberatan juga diungkap Eva Sagita (34). Karyawan swasta yang bekerja di perusahaan minyak dan gas (migas) di bilangan Jakarta Selatan ini mengatakan menjadi konsumen setia salah satu kosmetik impor karena memiliki jenis kulit yang sensitif sehingga tidak bisa menggunakan sembarang kosmetik.

Dia mengatakan, saat ini menggunakan beberapa kosmetik merek Korea Selatan, Prancis dan Inggris yang biasa dia beli baik dari gerainya langsung maupun via situs online. Dia pun cukup menyayangkan dengan keputusan pemerintah yang menurutnya berpotensi menyebabkan harga kosmetik impor yang dia pakai harganya mengalami kenaikan maupun resiko lain seperti munculnya kosmetik palsu yang dijual dengan harga lebih terjangkau.

"Akhir-akhir ini memang sepertinya harga kosmetik ada kenaikan. Dengan harga yang semakin mahal dan peredarannya dibatasi, saya sih khawatir nanti banyak kosmetik palsu yang beredar karena kosmetik impor yang dijual di toko resmi itu pasti cenderung lebih mahal," ujarnya.

(Baca juga : Kenaikan Tarif PPh Impor Berpotensi Picu Lonjakan Harga)

Hal lain yang juga menurutnya bisa saja terjadi adalah beralihnya pembeli kosmetik impor ke luar negeri, melalui jasa titip yang mulai marak di media sosial. Sehingga menurutnya akan sama saja, sehingga produk lokal menjadi kalah bersaing dengan kosmetik impor.

Di sisi lain, kosmetik lokal saat ini diakui tengah naik daun dan tak kalah dengan merek asing. Ria Anggriawan (26), wiraswasta yang berdomisili di kawasan Jakarta Selatan menyatakan telah menjadi salah satu penggemar kosmetik lokal berlabel halal sejak tiga tahun terakhir.

Menurutnya, saat ini sudah cukup banyak variasi kosmetik lokal yang berkualitas sama dengan merek impor dengan harga lebih terjangkau. Sehingga, kalau pun harga kosmetik impor mahal, dia menyarankan masyarakat bisa beralih menggunakan kosmetik lokal.

"Kosmetik sekarang menurutku sudah lebih bagus. Produk seperti lipstik  warnanya cantik-cantik, tidak kalah dengan tren warna lipstik Korea," katanya.

Industri kosmetik dalam negeri saat ini tengah bertumbuh. Menurut data Kementerian Perindustrian, pada 2017 lalu industri kosmetik dan perawatan tubuh mencatat pertumbuhan 20% atau empat kali dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan industri ini terdorong oleh meningkatnya permintaan pasar domestik dan ekspor.

(Baca juga: Pajak Impor Ribuan Barang Konsumsi Naik Hingga 7,5%)

Adapun pada kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 barang konsumsi dari luar negeri salah satu tujuannya untuk menjaga pertumbuhan industri dalam negeri, peningkatan penggunaan produk lokal, dan perbaikan neraca dagang.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartato menyebut pengendalian impor tersebut menjadi momentum dan juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas dan daya saing industri nasional. Namun begitu, penerapan PPh 22 akan dibedakan berdasarkan sifat produk, baik itu yang digunakan oleh industri hulu, antara, atau hilir dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan produksi dalam negeri dan perkembangan industri nasional.

“Prinsipnya kalau belum diproduksi di dalam negeri, kami tidak utak atik, seperti bahan baku untuk industri farmasi. Jadi, ada pemilahan,” ujarnya seperti yang dikutip dari keterangan resmi, Jumat (7/9).

Adapun, hasil tinjauan terhadap penyesuaian tarif PPh Pasal 22  ini dilakukan melalui instrumen fiskal, yang mana sebanyak 210 item komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif PPh 22 sebesar 7,5% naik menjadi 10% untuk barang mewah, termasuk mobil impor utuh (CBU) bermesin di atas 3.000 cc dan sepeda motor bermesin besar (di atas 500 cc).

Selanjutnya, 218 item dengan tarif PPh awal 2,5% naik menjadi 10%, meliputi barang konsumsi yang sebagian besar bisa diproduksi di dalam negeri, seperti barang elektronik, produk keperluan sehari-hari (sabun, sampo, dan kosmetik), serta peralatan masak dan dapur.

Sisanya, 719 item dari tarif PPh 22 yang 2,5% naik menjadi 7,5%, berupa barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contoh komoditasnya antara lain bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual, dan produk tekstil.

Berikut daftar impor barang tertentu yang dikenakan pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 sebesar 10% berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018 :

1. Parfum dan cairan pewangi
2. Peparat rias bibir
3. Prarat manikur pedikur
4. Bubuk, dipadatkan maupun tidak
5. Preparat anti jerawat
6. Krim dan losion lainnya untuk wajah atau kulit
7. Preparat pengeritung atau pelurus rambut secara permanen
8. Bubuk dan pasta untuk dental propilaksis
9. Benang pembersih sela gigi
10. Preparat yang dugunakan sebelum mencukur, sewaktu mencukur dan sesuadah mencukur
11. Deodoran dan antiperspirant
12. Kertas tisu, diresapi atau dilapisi dengan pewangi lainnya
13. Wewangian atau kosmetik lainnya, termasuk obat perontok
14. Sabun mengandung obat, termasuk sabun desinfektan
15. Sabun lainnya termasuk sabun mandi
16. Larutan lensa kontak atau mata buatan
17. Lain-lain

Sumber : Kementerian Keuangan