Kenaikan Tarif PPh Impor Berpotensi Picu Lonjakan Harga

Rizky Alika
7 September 2018, 15:44
 jeruk impor asal Tiongkok
ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Pekerja tengah memindahkan karton berisi jeruk impor asal Tiongkok

Upaya mengendalikan volume impor ribuan barang konsumsi harus dibarengi dengan penguatan daya saing produsen lokal. Tanpa peningkatkan kapasitas produksi industri domestik maka kebijakan ini hanya berpotensi memicu inflasi barang-barang impor ketika permintaan pasar tak kunjung berkurang.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menjelaskan, apabila tersedia barang-barang subtitusi impor di dalam negeri dengan harga lebih murah barulah pengendalian impor dapat berimbas positif kepada industri domestik.

"Masyarakat kita masih suka harga yang rendah," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (6/9). (Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Kestabilan Harga Bikin Agustus Deflasi)

Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk 1.090 dari total 1.147 barang konsumsi impor mulai pekan depan. Terdapat sekitar 57 item yang tarifnya tak berubah.

Kebijakan itu dipayungi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Perubahan Rancangan PMK No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

(Baca juga: Pajak Impor Ribuan Barang Konsumsi Naik Hingga 7,5%)

Nilai impor dari 1.147 barang konsumsi sepanjang tahun lalu mencapai US$ 6 miliar. Selama Januari - Agustus tahun ini tercatat sudah menembus US$ 5 miliar. Pemerintah menyatakan, penaikan tarif PPh 22 ini bisa menekan pertumbuhan impor setidaknya 2% (year on year).

Penaikan tarif pajak penghasilan dapat memengaruhi laju inflasi terutama imported inflation. Pada saat yang sama Indonesia membutuhkan kestabilan harga untuk menjaga kepercayaan investor di tengah dinamika perekonomian saat ini.

(Baca juga: Mandiri: Inflasi Tahun Depan 4,5% Terpengaruh Harga Bensin)

Eko berpendapat, tanpa usaha maksimal untuk meningkatkan kapasitas produksi industri dalam negeri maka impor barang konsumsi kemungkinan takkan susut plus imported inflation meningkat.

Dia menyatakan bahwa terdapat pebisnis yang akan tetap menjual produk impor meskipun harus mengkalkulasi ulang harga jual. "Kalau produknya masih laku maka mereka akan tetap menjual produk impor," ujar Eko.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sempat mengutarakan bahwa bank sentral optimistis inflasi pada tahun ini, khususnya inflasi barang impor, terus terkendali. Salah satu argumennya ialah ekspektasi inflasi masih berjangkar secara baik.

Ekspektasi inflasi, di dalam beberapa survei, terjaga di dalam sasaran inflasi yaitu 2,5% - 4,5% untuk tahun ini maupun tahun depan. (Baca juga: 3 Faktor Mengapa Gubernur BI “Pede” Inflasi Aman Meski Rupiah Melemah)

Insentif

Guna meningkatkan gairah para produsen di dalam negeri, mereka perlu diberi rangsangan juga. Apabila barang impor tarif pajaknya dinaikkan maka perlu diberlakukan sebaliknya untuk produk lokal.

"Kasih insentif seperti penurunan tarif PPh. Jadi, produksi di dalam negeri meningkat, bahkan mendorong pengusaha mencari suplier besar untuk mendapatkan insentif itu," tutur Eko.

Namun, pemerintah sejauh ini belum berencana memberi insentif kepada pelaku industri dai dalam negeri. "Kita lihat saja dari menteri perindustrian, kalau memerlukan insentif tambahan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Pada sisi lain, Indef juga menekankan pengawasan arus barang impor perlu diperketat guna mengantisipasi masuknya produk ilegal. (Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas Pengawas Aturan PPh Impor)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...