Menurutnya, industri garmen Indonesia akan terus meningkat di pasar ekspor karena Indonesia merupakan salah satu produsen yang patuh terhadap peraturan yang diwajibkan oleh pihak pembeli. Sedangkan untuk ekspor produk TPT diperkirakan stagnan, karena sulitnya menembus pasar ekspor, khususnya Eropa, karena terganjal isu lingkungan.

"Itu yang menjadi isu dan menyebabkan pembeli dunia tidak akan sembarangan memberikan order kepada industri yang mencemari lingkungan," katanya.

Dengan merebaknya isu lingkungan tersebut, Ade berharap hal itu bisa menjadi perhatian pemerintah dalam membuat regulasi dan petunjuk teknis. Sebab, saat ini seluruh izin pendirian pabrik dan produksi berada di tangan pemerintah. Jika tidak ada regulasi dan petunjuk yang tepat, maka dikhawatirkan akan menjadikan pelaku industri nakal sembarangan melakukan kegiatan produksinya. Akibatnya hasil produksi tpt  dapat ditolak di pasar ekspor.

(Baca juga : Kompetisi Pasar Ketat, Ekspor Tekstil Tertekan)

Terlebih lagi, Ade sebelumnya menuturkan, persaingan tpt di pasar ekspor saat ini semakin ketat. Yang mana selama 5 tahun terakhir, ekspor tekstil ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengalami penurunan. Menurut Ade, permintaan tekstil dari kedua tujuan ekspor tersebut mulai beralih Bangladesh dan Vietnam seiring dengan perjanjian dagang yang telah diteken kedua negara dengan Uni-Eropa. Sementara itu. India juga telah mulai melakukan ekspansi untuk produk tekstil ke AS.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang diolah API, total ekspor tekstil Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai US$ 11,83 miliar. Negara tujuan ekspor tekstil dalam negeri paling banyak adalah Amerika Serikat (AS) sebesar 32,34%, Uni Eropa 14,97%, dan Jepang 10,08%.

(Baca : Perjanjian Dagang Uni Eropa Bakal Naikkan Ekpor Tekstil 3 Kali Lipat)

Halaman: