Bappenas: Bisnis Online Bisa Pengaruhi Jumlah Kemiskinan

Arief Kamaludin|KATADATA
5/8/2017, 01.34 WIB

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai bisnis digital memiliki peran yang cukup besar dalam memperbaiki atau justru memperparah tingkat ketimpangan ekonomi.

Bisnis ojek online seperti yang dikembangkan Gojek Indonesia misalnya, dinilai mampu mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Sebab, inovasi bisnis tersebut bukan hanya mampu menciptakan lapangan kerja tapi mengubah pekerjaan yang semula informal menjadi formal.

"Kadang untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan datang dari dunia usaha," kata Bambang di sela-sela diskusi persiapan 'Indonesia Development Forum' di kantornya, Jakarta, Jumat (4/8). (Baca juga: Ekonomi Dipatok 5,2 Persen, Pemerintah Target 2 Juta Kesempatan Kerja)

Maka itu, ia pun mendorong masyarakat untuk berinovasi guna melahirkan perusahaan-perusahaan baru yang menyerap lapangan kerja seperti Gojek. "Kami ingin masyarakat berimajinasi lalu muncul inovasi," kata dia.

Meski begitu, ia mengakui, tak semua bisnis digital berdampak positif dalam menekan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Perkembangan retail online, misalnya, membuat tutupnya gerai-gerai retail di pusat perbelanjaan. Alhasil, pengangguran bertambah.

Bambang pun menyebut bahwa kondisi serupa terjadi di banyak negara. Maka itu, ia mengingatkan, masyarakat harus pintar mencari peluang di tengah perkembangan teknologi saat ini. (Baca juga: Sri Mulyani: Sejak 2013 Pertumbuhan Ekonomi Sulit Kurangi Kemiskinan)

Adapun tingkat ketimpangan di Indonesia tercatat masih cukup tinggi meski sudah membaik. Hal itu tercermin dari rasio gini yang berada di level 0,393 atau nyaris mendekati ambang aman sebesar 0,4. Namun, rasio tersebut tercatat sudah menurun dibanding 2015 lalu yang sebesar 0,408.

Untuk menekan ketimpangan, Bambang mengatakan pemerintah memiliki sederet strategi. Pertama, meningkatkan kualitas pelayanan dasar publik di tingkat lokal seperti air bersih, sanitasi, gizi, pengetahuan ibu, dan pelayanan kesehatan. Tujuannya, untuk menekan jumlah balita yang mengalami pertumbuhan tidak sempurna alias kuntet (stunting).

Kedua, menurunkan kemiskinan melalui stabilisasi harga pangan, pengurangan beban penduduk miskin, dan subsidi tepat sasaran. Ketiga, menurunkan pengangguran melalui peningkatan penyerapan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), program sertifikasi dan magang, juga kemitraan dengan industri. (Baca juga: Swiss gelontorkan Rp 1 Triliun Untuk Empat Politeknik di Indonesia)

Menurut dia, langkah tersebut penting sebab pengangguran yang terjadi saat ini bukan karena kesempatan kerjanya yang menurun. Melainkan karena tidak ada kesesuaian antara tenaga kerja yang tersedia dengan kebutuhan.

Keempat, menurunkan ketimpangan kekayaan. Caranya, dengan menyesuaikan kebijakan pajak dan bantuan sosial. Juga program afirmasi yang efektif. Menurut kajiannya, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan meningkat per Maret lalu. Salah satu penyebabnya yaitu penyaluran beras sejahtera (rastra) yang terlambat. (Baca juga: Distribusi Beras Lambat, BPS Catat Jumlah Penduduk Miskin Bertambah)

"Rastra telat, jadi down (turun) lagi. Ketimpangan antar orang miskin pun jadi sangat tinggi. Untuk yang sangat miskin, salah satu solusi selain bansos, adalah pelayanan dasar," ujar dia. Pelayanan dasar yang dimaksud seperti kesehatan dan pendidikan.

Kelima, memperkuat industri berbasis rakyat melalui penguatan industri kecil di sektor-sektor strategis. Kemudian, memaksimalkan potensi lokal perhutanan sosial, reforma agraria, peningkatan skala usaha kelembagaan petani dan nelayan. Selain itu, mengembangkan destinasi wisata.