Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pelaksanaan kebijakan satu peta (one map policy) dipercepat. Dia yakin kebijakan ini akan mempermudah penyelesaian konflik yang timbul akibat tumpang tindih pemanfaatan lahan serta membantu penyelesaian batas daerah di seluruh Indonesia.
"Kebijakan ini penting agar konflik (lahan) biasa diselesaikan dan membantu penyelesaian batas daerah," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di kantornya, Jakarta, Selasa (13/6).
Jokowi mengungkapkan saat ini hanya 26 peta yang baru selesai. Padahal targetnya ada 85 peta tematik yang akan dibuat, sehingga masih ada 59 peta lagi yang harus segera dirampungkan. Perinciannya sebanyak 57 peta masih dikompilasi dan dua peta tematik benar-benar belum dibuat sama sekali.
Setelah 85 peta selesai dikerjakan, pemerintah masih harus menggabungkan keseluruhan peta ini. Nantinya hanya akan ada satu peta dari Badan Informasi Geospasial (BIG).
(Baca: Lewat Portal Peta, Jonan Buka Data Energi dan Minerba ke Publik)
Jokowi mengatakan pelaksanaan peta tematik ini telah memiliki payung hukum yakni Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Aturan ini mengatur tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada tingkat ketelitian dengan skala 1:50.000.
Selain itu, penyelesaian kebijakan satu peta ini terlihat berjalan lambat. Bahkan, dalam rapat tersebut dia mengingatkan bahwa percepatan pembuatan peta ini telah diperintahkannya lebih dari setahun lalu.
Saat rapat terbatas pada 7 April 2016, Jokowi telah meminta pembuatan peta difokuskan terlebih dahulu untuk Pulau Kalimantan. Namun, hingga kini peta tematik Kalimantan juga masih belum selesai.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengatakan peta tematik Kalimantan sudah hampir rampung. Hanya tinggal dua poin lagi yang masih perlu diselesaikan. Keduanya adalah peta hak ulayat serta peta tematik tentang desa.
"Kalimantan jadi prioritas karena kerap terjadi kebakaran hutan," kata Sofyan.
Menjawab lambannya pengerjaan pembuatan peta ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan saat ini BIG membutuhkan payung hukum lagi sebagai basis aturan main pelaksanaan peta tematik terintegrasi ini. Salah satu yang dimaksud Darmin adalah soal keberadaan hutan apabila tumpang tindih dengan lahan lainnya.
"Agar tahu nanti kalau ada aturannya maka siapa yang akan dimenangkan," kata Darmin.