Produksi Anjlok saat Pandemi, Separuh Pabrik Tekstil Terancam Tutup

ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Kamis (16/4/2020). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan industri TPT terus mencatat penurunan utilitas produksi selama pandemi corona.
Editor: Ekarina
5/6/2020, 09.40 WIB

Pandemi corona yang telah berlangsung selama tiga bulan menekan kinerja industri tekstil. Akibat permintaan yang menurun, utilitas produksi merosot hingga hampir 90% dan menyebabkan 50% pabrik tekstil terancam tutup permanen pada September mendatang.   

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) utilisasi produksi sebagian besar industri tekstil hanya tersisa 10%. Hal ini menyebabkan kondisi keuangan perusahaan menipis. Diperkirakan, separuh industri ini hanya mampu bertahan hingga bulan September mendatang.

Sekretaris Eksekutif API Rizal Tanzil Rakhman mengatakan, pandemi ini telah memukul pasar ekspor dan domestik produk tekstil. Sebagai industri strategis nasional yang menyerap banyak tenaga kerja, industri ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

(Baca: Terpukul Corona, Pengusaha Tekstil Bakal Bayar THR dengan Cara Dicicil)

Hasil survei terakhir di asosasi menunjukkan, saat ini rata-rata utilitas produksi industri tekstil nasional sudah di bawah 10%. Artinya pabrik yang biasa berjalan dengan 100 - 200 mesin, kini tinggal 10%. Bahkan menurutnya, beberapa pabrik yang kemarin libur Lebaran hingga saat ini masih banyak yang belum buka ataupun produksinya belum jalan.

"Kami prediksi kalau sampai September tidak ada action riil dari pemrintah, industri ini 50% akan gugur. Ini tentunya membahayakan dan perlu solusi komprehensif," kata Rizal dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (4/6).

API pun sudah melakukan komunikasi intensif dengan Kementerian Perindustrian untuk membantu industri terdampak ini. Sebab, dari 3,6 juta orang yang bekerja di industri ini, 2 juta orang di antaranya telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan tanpa kejelasan kapan akan kembali dipanggil bekerja. 

Oleh sebab itu, guna meringankan usahanya, beberapa pengusaha tekah mengajukan bantuan di antaranya, relaksasi kredit perbankan, penundaan pembayaran tarif listrik selama April - September dan pemberian keringanan pajak PPH Badan 500/0 untuk tahun 2020. 

Tekanan industri tekstil tak berhenti di situ, sebelumnya API mengeluhkan maraknya impor tekstil dari Tiongkok. Ini terjaid setelah corona menghantam negeri itu dan menyebabkan permintaan domestiknya turun. 

(Baca: Industri Tekstil Bertumbangan, 80% Karyawan Sudah Dirumahkan)

Sejak produksi di Tiongkok terganggu, asosiasi telah menemukan sebanyak 17 kontainer produk tekstil masuk dari Tiongkok. Jumlah tersebut berpotensi bertambah dengan adanya penyelundupan ilegal.

Sebagian produk itu merupakan barang jadi, sehingga industri dalam negeri mengalami kesulitan menjual barang. Kondisi ini diperparah dengan lesunya permintaan produk-produk tekstil masyarakat.

Sebagai informasi, Tiongkok merupakan eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar ke Indonesia. Pada 2018, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.392 ton, turun 27,18% dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 6.031 ton. Impor TPT dari Tiongkok pada 2017 sempat melonjak hingga 123,29% dibandingkan 2016 yang sebesar 2.701 ton.   

Reporter: Tri Kurnia Yunianto