Pemerintah telah memutuskan harga gas untuk industri dan PLN maksimal sebesar US$ 6 per MMBTU. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas pun berupaya mengimplementasikan aturan tersebut.
Senior Manager of Pipa Gas Monetization SKK Migas Syarif Maulana Chaniago mengatakan pihaknya berupaya menyelesaikan amademen kontrak jual beli gas. Salah satunya bagi industri baja.
Menurut Syarif, pemerintah telah memutuskan ada 61 kontrak di industri baja yang akan mendapatkan penurunan harga gas atau sekitar 68 BBTUD. "Hingga saat ini, baru 25 kontrak yang sudah kami laksanakan. Sesuai arahan Pak Menteri, kami diminta menyelesaikan semua dokumen kontrak pada akhir bulan ini," kata Syarif dalam diskusi virtual pada Senin (15/6).
Adapun pelaku industri terus mendesak penurunan harga gas industri menjadi US$ 6 per MMBTU. Salah satunya industri baja yang bisnisnya saat ini terpukul pandemi virus corona.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Silmy Karim, mengatakan pemerintah perlu memperhatikan industri baja agar dapat mempertahankan kelanjutan bisnisnya setelah pandemi corona. Pasalnya, utilisasi produksi saat ini anjlok hingga 20%, sehingga pekerja di industri baja terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Hal itu sangat dibutuhkan dan memiliki peran yang penting bagi industri baja karena secara signifikan dapat menekan biaya produksi," kata dia.
(Baca: Serapan PLN Rendah, Lifting Gas Mei 2020 Hanya 5.253 MMSCFD)
(Baca: Permintaan Turun 60%, Industri Baja Minta Stimulus Harga Gas & Listrik)
Di sisi lain, SKK Migas menilai penurunan harga gas industri akan berdampak pada penurunan penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas sebesar Rp 87,4 triliun selama 2020-2024. Pasalnya ada penurunan volume gas mencapai 2.662 BBTUD akibat kebijakan penurunan harga gas.
Meski begitu, pemerintah berharap mendapatkan multiplier effect yang dapat menyumbang penerimaan negara. "Diharapkan dari sektor kelistrikan didapat suatu angka peghematan dari konversi pembangkit diesel atau listrik sekitar Rp 97,8 triliun," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (16/6).
Dia juga menyebut ada potensi pendapatan dari sektor industri yang berupa pajak dan dividen sebesar Rp 5,8 triliun. Selain itu, dari industri pupuk dan PLN diperkirakan ada tambahan pendapatan mencapai Rp 24 triliun.
"Kalau kita bandingkan antara penurunan harga gas di hulu dengan potensial multiplier effect pendapatan itu ada selisih sekitar Rp 10,4 triliun dan ini mungkin yang harus dibuktikan oleh sektor hilir," kata dia.
(Baca: Turunkan Harga Gas Industri, 14 Kontrak Jual Beli Diamandemen)