Peningkatan permintaan serta kenaikan harga membuat industri sawit dalam negeri bergairah selama setahun terakhir. Pengusaha pun berharap tren positif ini akan terus berlanjut, paling tidak sampai akhir tahun ini.
"Mudah-mudahan tren ini bisa dijaga sampai akhir tahun,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono, kepada Katadata, Senin (6/9).
Dia menambahkan, hingga pertengahan tahun, industri dalam negeri sawit masih sangat positif, terlepas dari apa yang terjadi di Malaysia.
“Kita tidak tahu detail apa yang terjadi di Malaysia, untuk di Indonesia produksi Juni kemarin masih growth positif," tambahnya.
GAPKI memproyeksikan produksi minyak sawit Indonesia 2021 akan naik signifikan karena pemeliharaan kebun yang lebih baik, cuaca yang mendukung dan harga yang menarik. Sehingga, produksi diperkirakan mencapai 49 juta ton untuk CPO dan 4,65 juta ton untuk palm kernel oil (PKO).
Dengan komitmen pemerintah untuk melanjutkan program B30, konsumsi biodiesel diperkirakan sebesar 9,2 juta KL yang setara dengan 8 juta ton minyak sawit. Penggunaan sawit untuk oleokimia di 2021 diperkirakan sekitar 2 juta ton untuk domestik dan sekitar 4,5 juta ton untuk eskpor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor lemak dan minyak nabati, yang didominasi sawit, melonjak ke level US$ 16,59 miliar pada Januari-Juli, naik 56,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Nilai ekspor produksi sawit di bulan Mei bahkan mencapai US$3,063 miliar atau tertinggi dalam sejarah.
Data GAPKI menunjukan, volume ekspor sawit Indonesia mencapai 15,78 juta ton pada Januari-Juni 2021, meningkat tipis 2% dibandingkan periode Januari-Juni 2020.
Industri sawit sempat loyo karena terimbas pandemi Covid-19. Namun, industri ini kembali menggeliat sejak Juli tahun lalu menyusul kenaikan permintaan dan harga.
Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), harga CPO pada Juni 2020 berada di level US$ 570-600/metric ton. Namun, harga tersebut meonjak ke US$1.135/metric ton untuk pengiriman November tahun ini.
Harga sawit terus melonjak, salah satunya adalah karena penurunan produksi dari Malaysia. Produksi sawit Malaysia pada 2020, turun 3,6% dibandingkan pada 2019. Pasokan minyak sawit Malaysia pada Desember 2020 bahkan hanya berada di level 1,26 juta ton, atau terendah sejak Juli 2007.
Malaysia, yang merupakan produsen sawit terbesar kedua dunia masih berkutat untuk meningkatkan produksi setelah dihadapkan pada sejumlah persoalan mulai dari masih tingginya kasus Covid-19, kekurangan jumlah pekerja, hingga merajalelanya hama tikus.
Pandemi Covid-19 membuat Malaysia banyak kehilangan tenaga kerja karena pemerintah menghentikan suplai tenaga kerja dari Indonesia atau negara Asia Selatan lainnya. Banyak perkebunan di Malaysia yang kemudian terpaksa memanen dengan dua pertiga dari jumlah pekerja yang seharusnya.
Kurangnya tenaga kerja tidak hanya berimbas pada kualitas sawit tetapi juga membuat pengelola kewalahan untuk membasmi hama. Tidak heran jika kemudian tikus, ngengat, dan ulat kantong merajela di perkebunan.