Gunakan Polyster, Industri Tekstil Tak Terganggu Lonjakan Harga Kapas

Pixabay
Ilustrasi perkebunan kapas. Harga kapas melonjak 28% sepanjang tahun ini karena tingginya permintaan dan gangguan pasokan.
15/10/2021, 12.34 WIB

Sementara itu, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengapresiasi upaya para pelaku industri TPT yang mulai memanfaatkan bahan baku dalam negeri.

Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan substitusi impor sebesar 35% pada 2022 mendatang.

Elis menjelaskan, pada industri tekstil ada 535 pos tarif yang disubstitusi oleh bahan baku dalam negeri.

Enam pos tarif adalah pos tarif fiber yang salah satunya adalah serat kapas yang disubtitusi oleh polyester dan rayon yang dapat dimodifikasi menyerupai serat kapas.

 Kemudian 15 pos tarif untuk produk benang, 319 pos tarif produk kain, 96 pos tarif produk pakaian jadi dan 112 pos tarif untuk barang tekstil lainnya, seperti karpet dan sebagainya.

Saat ini capaian substitusi impor di industri tekstil pada semester I 2021 sudah mencapai 15% untuk serat, kemudian 15% untuk benang, kain lembaran sebesar 7,5%, pakaian jadi 16%, tekstil lainnya 31,7%.

"Kami terus memantau program substitusi impor ini setiap tiga bulan sekali. Selain itu, kami juga mengintegrasikan antara produk hulu dengan hilir, bahkan ke buyer atau para desainer dan ritel agar program substitusi impor ini berhasil," kata dia.

Sebagai informasi, pada akhir Septemer lalu, harga kapas berjangka melonjak melampaui US$ 1 per pon untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade terakhir.  Lonjakan harga dipicu cuaca buruk dan hambatan pengiriman.

Dilansir dari Bloomberg, harga kapas melonjak 28% sepanjang tahun ini karena permintaan yang tinggi terutama dari Cina, ditambah dengan gangguan pasokan akibat pandemi dan gangguan logistik yang dipicu oleh naiknya biaya pengiriman.

Lonjakan harga ini dikhawatirkan akan berpengaruh kepada naiknya harga pakaian jadi seperti celana jeans, kaos, dan produk pakaian jadi lainnya.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi