Sektor manufaktur mulai pulih setelah dihantam pandemi Covid-19. Sektor tersebut bahkan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1,2 juta tenaga kerja pada tahun 2021.
“Seiring dengan bangkitnya sektor industri, ada tambahan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang di tahun 2021, sehingga jumlah tenaga kerja di sektor industri saat ini meningkat menjadi 18,64 juta orang,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Rabu (12/1).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja sektor manufaktur pada periode Agustus 2021 mencapai 18,20 juta. Angka tersebut setara dengan 14,3% total jumlah pekerja di Indonesia.
Sektor manufaktur ada di urutan ketiga sebagai penyumbang tenaga kerja terbanyak di bawah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (37,13 juta) dan sektor perdagangan besar dan eceran (25,74 juta).
Pemulihan sektor manufaktur juga tercermin dari meningkatnya Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia.
PMI Indonesia sempat berada di bawah level 50 sepanjang Maret 2020 hingga Oktober 2020, kecuali pada bulan Agustus 2020 di mana PMI sempat menyentuh level 50,8.
PMI Indonesia bahkan menyentuh level terendah sepanjang sejarah pada April 2020 dengan angka hanya mencapai 27,50 poin.
PMI Mulai membaik menjelang awal tahun 2021 dan bahkan mencapai rekor baru di Mei tahun ini di level 55,3.
PMI Manufaktur Indonesia tercatat 57,2 pada bulan Oktober. Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah.
Tranding Economics meramalkan PMI Indonesia akan ada di level 52 pada akhir kuartal I-2022.
Agus Gumiwang mencatat kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional hingga kuartal III-2021 mencapai 17,33%.
Walaupun menjadi sektor dengan kontribusi tertinggi, angka itu lebih rendah dari masa pra-pandemi atau pada 2019 di level 20,07%.
Mantan Menteri Sosial tersebut mengatakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas akan mendorong agenda Makin Indonesia 4.0, khususnya pada tujuh industri utama.
Ketujuh industri yang dimaksud adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, farmasi, dan alat kesehatan.
“Ketujuh sektor ini memberikan kontribusi sebesar 70% dari total PDB(Pendapatan Domestik Bruto) manufaktur, 65% ekspor manufaktur, dan menyerap 60% pekerja industri,” ujar Agus.
Hingga 2024, Agus mengatakan sektor manufaktur masih kekurangan 2,5 juta SDM Industri. Sementara itu, Kemenperin hanya mampu menghasilkan 5.000 tenaga kerja dari fasilitas pendidikannya.
Selain itu, balai pendidikan dan pelatihan kementerian sekitar 72.000 orang dan lulusan sekolah yang mengikuti program link and match sekitar 653.000 orang.
Hingga 2019, baru ada ada sekitar 4.000 sekolah menengah kejuruan (SMK) yang memiliki jurusan terkait industri manufaktur.
Kepala Badan Pengembangan SDM Industri Kemenperin Arus Gunawan mengatakan kreativitas SDM merupakan kebutuhan utama dari industri masa depan.
Oleh karena itu, pendidikan vokasional diharapkan mampu melahirkan kreativitas yang ada di diri para mahasiswa.
Arus meminta peserta pendidikan vokasional untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi teknis yang andal. Selain itu, perluasan wawasan berorganisasi juga dinilai penting dewasa ini.
Dengan demikian, tenaga kerja di masa depan dapat menghadapi tantangan dengan kepercayaan diri yang tinggi.
"Para mahasiswa Kemenperin harus selalu percaya dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini menjadi bagian penting dalam solusi permasalahan, baik di lingkungan sendiri, kampus, tempat magang, ataupun di tempat kerja nantinya,” kata Arus.