DPR Minta Pemerintah Kurangi Impor Garam Jadi 2,5 Juta Ton

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani garam was-was akan masuknya garam impor, yang dikhawatirkan akan menekan harga kembali rendah.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
5/4/2022, 17.17 WIB

Pada saat yang sama, garam impor yang dikirimkan dari Negeri Kangguru memiliki kemurnian NaCl di atas spesifikasi tersebut.

Sebelumnya, Arif menyarankan untuk mengubah aturan kemurnian NaCl untuk industri dari minimal sebanyak 94% menjadi maksimal 94%. Menurutnya, hal ini penting agar pasokan garam petani lokal yang saat ini memenuhi gudang-gudang industri dapat keluar dan tidak bersaing dengan garam impor.

"Garam impor (kadar NaCl mayoritas) 97%. Jadi, garam impor kalau dipakai garam konsumsi masih masuk karena minimalnya 94%," kata dia.

Namun demikian, harga garam impor masih akan lebih murah karena memiliki bea masuk sebesar 0%, sedangkan pabrikan pemurnian garam wajib mematuhi aturan perpajakan nasional. Arif mengatakan pemenuhan pajak tersebut berkontribusi sekitar 40% dari biaya produksi garam di pabrikan.

Selain itu, pabrikan pemurnian garam juga harus menggunakan solar khusus industri yang notabenenya tidak memiliki subsidi pemerintah.

Maka dari itu, dia menyampaikan tingkat pengembalian investasi tahunan (IRR) pada industri garam masih belum tercapai. Dia menilai inilah yang membuat investor enggan menanamkan uangnya pada industri ini.

"Investor pasti mengaitkan keekonomian dengan tingkat harga di nasional, terutama yang impor. Ini memang menjadi tantangan karena jika harga jualnya harus US$ 30 dolar per ton, akan sulit untuk mencapai keekonomian investasi garam di Indonesia," kata Arif. 

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief