Manufaktur Global Melambat, Tesla hingga Novartis PHK Karyawan

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Mobil Tesla Model-3 buatan China terlihat saat acara pengiriman di pabriknya di Shanghai, China, Selasa (7/1/2020).
30/6/2022, 12.08 WIB

Pertumbuhan manufaktur melambat di seluruh dunia dan menyebabkan sejumlah perusahaan memangkas jumlah karyawannya. Kondisi itu disebabkan karena inflasi tinggi dan terganggunya rantai pasok akibat pembatasan Covid-19 di Cina serta invasi Rusia ke Ukraina.

Di Amerika Serikat (AS), sejumlah perusahaan raksasa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal ke karyawannya seperti produsen kendaraan listrik Tesla dan produsen obat Novartis. Perusahan mulai mengantisipasi dampak yang lebih buruk dari masalah rantai pasok dan inflasi yang terjadi saat ini.

"Kekhawatiran menyeluruh yang dimiliki perusahaan saat ini adalah seberapa besar perlambatan ekonomi, dan dapatkah kita menghindari resesi," kata Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di National Securities di New York, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (30/6).

Dia mengatakan, pasar telah disandera oleh kekhawatiran resesi yang disebabkan oleh Fed yang melawan inflasi. “Kekhawatiran itu telah menjadi yang utama  hampir sepanjang tahun,” ujarnya.

 PHK Karyawan

Pembuat baterai Korea Selatan LG Energy Solution Ltd, pemasok utama pembuat mobil AS termasuk Tesla Inc, sedang meninjau kembali investasi US$ 1,3 miliar di pabrik Arizona dengan alasan kondisi ekonomi

Tesla juga telah menutup sebuah kantor di California dan memberhentikan sekitar 200 pekerja. CEO Tesla, Elon Musk, mengatakan bahwa perusahaan perlu memotong sekitar 10% karyawannya.

Produsen obat Swiss Novartis mengumukan bahwa program restrukturisasi perusahaan dapat memotong 8.000 pekerja atau 7,4% dari tenaga kerja globalnya. Restrukturisasi dilakukan dengan merampingkan bisnis onkologi dan bisnis non-onkologi.

Perusahaan ritel kebutuhan rumah tangga, Bath and Beyond Inc, menyatakan bahwa penjualan kuartal pertama anjlok 25%. “Pada kuartal tersebut ada perubahan tajam dalam sentimen pelanggan dan, sejak itu, tekanan meningkat secara material. Ini termasuk inflasi yang curam dan fluktuasi dalam pola pembelian," ujar Sue Gove, Chief Executive Officer interim Bath and Beyond Inc, Rabu (29/6).

Untuk menaggulangi hal tersebut, ritel memotong pengeluaran modal sekitar 25% dan menunda rencana untuk merombak dan membangun toko baru.

 Perusahaan juga semakin sulit untuk membebankan kenaikan biaya bahan baku dan tenaga kerja kepada pelanggan karena inflasi telah mencapai level tertinggi dalam beberapa dekade.

"Bagi sebagian besar perusahaan, mereka harus menelan banyak kenaikan harga ini sendiri, dan itu berarti mengurangi di tempat lain," kata Stuart Cole, kepala ekonom makro di Equiti Capital.

Sementara itu di Indonesia, sektor manufaktur terus melanjutkan tren ekspansif dari segi aktivitas pabrik, termasuk pembelian dan ekspor. Hal itu juga menciptakan lapangan kerja baru.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi tenaga kerja manufaktur dengan latar belakang pendidikan sarjana meningkat jadi 5,43% pada Februari 2022 dari 4,59% pada tahun sebelumnya.