Target Nestle Gunakan 100% PLTS pada 2023 Terhambat Regulasi PLN

Katadata
Dari kiri ke kanan: Head of Sustainability Nestle Indonesia Prawitya Soemadijo, Corporate Affairs Director Nestle Indonesia Sufintri Rahayu, dan Business Manager Nestle Professional Mochamad Machfud.
8/9/2022, 15.13 WIB

PT Nestle Indonesia menargetkan untuk menggunakan sumber daya energi dari pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS hingga 100% pada 2023. Namun demikian, target tersebut berpotensi gagal karena terhambat regulasi.

Head of Sustainability Nestlé Indonesia, Prawitya Soemadijo, mengatakan PLTS atap akan dipasang di semua pabrik, gudang, dan gedung perkantoran Nestle Indonesia. "Tapi listrik PLN tetap ada karena kami juga perlu ada cadangan, jangan sampai operasional tidak berjalan jika ada kendala," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (7/9).

Namun demikian, dia mengatakan, target tersebut berpotensi gagal dicapai. Pasalnya, penerapan PLTS atap pada Nestle Indonesia tersebut masih terhambat regulasi.

"Sekarang masih ada negosiasi dengan PLN mengenai regulasi tersebut," ujarnya tanpa membeberkan lebih lanjut mengenai regulasi yang dimaksud.

Prawitya mengatakan, Nestle Indonesia fokus menerapkan bisnis keberlanjutan termasuk dalam penggunaan energi. Perusahaannya juga menargetkan mencapai zero net emisi karbon pada 2050. 

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR, I Nyoman Parta, menyampaikan keluhan dari sejumlah perusahaan dan rumah tangga di Denpasar yang merasa dipersulit oleh PLN dalam upaya mereka memasang PLTS Atap. Nyoman juga menanyakan alasan PLN atas penerapan aturan pemasangan PLTS Atap untuk rumah tangga yang tidak boleh lebih dari 15% terhadap total kapasitas daya listrik terpasang.

"Kami ingin menyampaikan, mumpung ketemu. PLN mengeluarkan aturan bahwa untuk rumah tangga tidak boleh lebih dari 15%. Praktiknya seperti itu. Mereka sudah pasang alat tetapi PLN tidak mengeluarkan izin sehingga banyak yang terbengkalai," tanya Nyoman kepada Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo saat agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rabu (15/6).

Anggota Komisi VI dari daerah pemilihan (dapil) Bali tersebut khawatir aturan PLN itu menghambat agenda strategis nasional untuk menyediakan sumber listrik alternatif dari tenaga surya. "Resikonya relatif lebih kecil. Cuma apa alasan PLN terjadi hambatan di lapangan?" sambung I Nyoman.

Darmawan yang juga saat itu menjawab sejumlah pertanyaan dari anggota komisi VI yang lain enggan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh I Nyoman Parta. Darmawan hanya mengatakan dirinya akan mengirimkan jawaban secara tertulis. "Kemudian untuk pertanyaan yang lain mohon izin kami jawab secara tertulis," kata Darmawan, di ruang rapat.

Usai RDP berakhir sekira pukul 18.30 WIB. Katadata menanyakan hal serupa kepada Darmawan. Ditemui di pintu depan Gedung Nusantara 1, Darmawan menolak untuk menjawab saat ditanya apa alasan PLN membatasi instalasi PLTS Atap maksimal hanya 15% dari total kapasitas daya listrik yang terpasang.

"Engga..engga..engga, cukup..cukup," kata Darmawan sembari lari-lari kecil ke arah mobil dinasnya.

Industri di seluruh dunia mulai menggunakan PLTS sebagai sumber energinya. Menurut data yang dihimpun Pv-Magazine, berikut 10 PLTS dengan kapasitas produksi listrik terbesar di dunia pada 2021:

  1. Gonghe (Tiongkok): 2.200 MW
  2. Sweihan Power Project (UEA): 938 MW
  3. Yanchi Solar Park (Tiongkok): 820 MW
  4. Copper Mountain Solar Facility (AS): 816 MW
  5. Datong ‘Front Runner’ (Tiongkok): 800 MW
  6. Escatrón-Chiprana-Samper (Spanyol): 730 MW
  7. Villanueva (Meksiko): 700 MW
  8. Kamuthi Solar Power Project (India): 648 MW
  9. Lawan-Purohitsar ISTS Plant (India): 600 MW
  10. Solar Star (AS): 585 MW