Kenaikan harga kedelai dunia mengakibatkan volume impor komoditas tersebut turun 28% dari 2,5 juta ton pada 2021 menjadi hanya 1,8 juta ton. Hal itu berdampak pada produksi tahu dan tempe yang diperkirakan turun 30% hingga akhir tahun ini.
"Yang sebelumnya sehari-hari beli 100 kilogram, sekarang cuman beli 70 kilogram. Perajin yang membeli kedelai 50 kilogram sekarang pembelian kedelainya tinggal separuhnya," kata Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin kepada Katadata.co,id, Selasa (27/9).
Walaupun ketersediaan kedelai menurun, Aip mengatakan, jumlah pengrajin tahu-tempe di dalam negeri masih sama. Namun demikian keuntungan perajin tahu-tempe saat ini turun secara signifikan.
Menurut Aip, banyak perajin tahu-tempe yang menggunakan hasil pendapatan secara harian untuk biaya hidupnya esok hari. "Gizinya turun, banyak yang kelaparan, karena tidak ada usaha lain kecuali membuat tempe-tahu," katanya.
Aip menjelaskan ada dua faktor yang membuat pendapatan perajin tahu-tempe pada tahun ini berkurang, yakni fluktuasi harga kedelai dan sulitnya menaikkan harga tempe-tahu di tingkat konsumen. Sebagai informasi, harga kedelai di dalam negeri sangat bergantung dari bursa komoditas kedelai di Amerika Serikat.
Namun demikian, Aip mengatakan Gakoptindo tidak terlalu fokus dalam menangani tantangan fluktuasi harga tersebut. Menurutnya, subsidi selisih harga lebih penting untuk meningkatkan pembelian kedelai di tingkat pengrajin.
"Nanti silahkan Kemendag berunding dengan importir untuk sistem perdagangan kedelai yang lebih baik untuk semua pihak," kata Aip.
Produksi kedelai lokal
Di sisi lain, Pemerintah tengah memacu produksi kedelai dari dalam negeri. Salah satu caranya dengan mengimpor benih kedelai hasil rekayasa genetik atau GMO mulai 2023.
Badan Pangan Nasional mengatakan impor benih kedelai hasil rekayasa genetika atau GMO dapat menekan harga kedelai di dalam negeri. Pasalnya, biaya unit produksi akan tertekan peningkatan panen dari hasil rekayasa benih kedelai.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menghitung produktivitas kedelai di dalam negeri hanya sekitar 1,4 ton per hektar. Sementara itu, hasil panen dengan benih kedelai GMO dapat mencapai 2,5 ton per hektar atau lebih dari dua kali lipat dari kondisi panen kedelai saat ini.
"Artinya biaya produksi per unit lebih murah kalau pakai benih kedelai GMO. Saat ini tinggal dilihat residu dan batas food grade benih yang akan dipakai," kata Arief di Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (2/9).
Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono mengatakan impor benih kedelai hasil rekayasa genetik atau GMO akan dilakukan mulai 2023. Langkah tersebut akan dilakukan sembari petani domestik berusaha memproduksi benih kedelai di dalam negeri.
"Kenapa impor benih GMO dilarang? Wong kita impor kedelai GMO, makan sehari-hari, dan enggak mutasi," kata Kasdi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor kedelai ke Indonesia mencapai US$ 1,48 miliar pada 2021. Nilai tersebut naik 47,77% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 1 miliar.