Malaysia Ancam Setop Ekspor Sawit ke Uni Eropa, Bagaimana dengan RI?

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.
Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen di Desa Berkah, Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (2/11/2022). Pemerintah melanjutkan pembebasan pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) per 1 November 2022 sampai harga referensi CPO lebih besar atau sama dengan 800 dolar AS per metrik ton (MT).
14/1/2023, 14.17 WIB

Pemerintah Malaysia mengatakan bahwa negaranya dapat menghentikan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa sebagai tanggapan atas Undang-undang Produk Bebas Deforestasi. Undang-undang tersebut ditujukan untuk melindungi hutan dengan mengatur secara ketat penjualan produk minyak sawit.

Undang-undang itu melarang penjualan minyak kelapa sawit dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi, kecuali importir dapat menunjukkan bahwa produksi barang spesifik mereka tidak merusak hutan.

Menteri Komoditas Malaysia, Fadillah Yusof, mengatakan Malaysia dan Indonesia sebagai produsen utama sawit akan membahas undang-undang tersebut. Uni Eropa adalah importir utama minyak sawit.

"Jika kita perlu melibatkan para ahli dari luar negeri untuk melawan langkah apa pun yang dilakukan UE, kita harus melakukannya," kata Fadillah kepada wartawan, dikutip dari Reuters, Sabtu (14/1).

"Atau pilihannya adalah kita hanya menghentikan ekspor ke Eropa, hanya fokus pada negara lain jika mereka mempersulit kita untuk mengekspor ke mereka."

Aktivis lingkungan menyalahkan industri kelapa sawit atas maraknya pembukaan hutan hujan Asia Tenggara, meskipun Indonesia dan Malaysia telah membuat standar sertifikasi keberlanjutan wajib untuk semua perkebunan.

Fadillah, yang juga wakil perdana menteri, mendesak anggota Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) untuk bekerja sama menentang undang-undang baru tersebut. Dia memerangi "tuduhan tak berdasar" yang dibuat oleh UE dan Amerika Serikat tentang keberlanjutan minyak sawit.

Menanggapi Fadillah, duta besar Uni Eropa untuk Malaysia mengatakan tidak melarang impor minyak sawit dari negara tersebut. Dia juga membantah bahwa undang-undang deforestasi menciptakan hambatan ekspor Malaysia.

"(Hukum) berlaku sama untuk komoditas yang diproduksi di negara mana pun, termasuk negara anggota UE, dan bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan lebih lanjut," Duta Besar Uni Eropa Michalis Rokas mengatakan kepada Reuters.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki, Eddy Martono, mengatakan bahwa Indonesia belum mengambil keputusan mengenai ajakan Malaysia tersebut.

"Saya belum bisa komentar untuk masalah ini," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (13/1).

Adapun menurut data Malaysian Palm Oil Council (MPOC), Uni Eropa bukan pasar utama ekspor sawit Malaysia.

Selama periode Januari-November 2022 volume ekspor minyak sawit Malaysia ke Uni Eropa hanya sekitar 1,3 juta ton, kira-kira 9,3% dari total volume ekspor mereka yang mencapai 14,2 juta ton.

Negara anggota Uni Eropa yang paling banyak membeli minyak sawit Malaysia adalah Belanda, dengan volume sekitar 740,3 ribu ton selama periode tersebut.

Belanda juga menjadi negara tujuan ekspor sawit terbesar ke-4 bagi Malaysia. Namun, ekspor ke negara Uni Eropa lainnya tergolong kecil dengan rincian seperti terlihat pada grafik..

Pasar utama ekspor minyak sawit Malaysia umumnya berada di regional Asia dan Afrika. Pembeli terbesar pada Januari-November 2022 adalah India (2,6 juta ton) dan Tiongkok (1,6 juta ton).

Reporter: Nadya Zahira