Pemerintah Terus Genjot Hilirisasi Sawit, Apa Dampaknya?

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi hilirisasi sawit menjadi campuran biodiesel.
Penulis: Rena Laila Wuri
28/3/2024, 22.05 WIB

Pemerintah terus mengembangkan industri hilirisasi kelapa sawit. Langkah ini agar tidak hanya terkonsentrasi kepada ekspor bahan baku dan menambah nilai keekonomiannya.

Selain itu, pemerintah terus mendorong program mandatory biodiesel yang saat ini sudah diujicobakan untuk B40 dan realisasi biodiesel doemstik di tahun lalu sebesar 12,2 juta kilo liter, dan tentu ini sangat mempengaruhi untuk menyerap minyak kelapa sawit mentah (CPO) di dalam negeri.

Apabila kebutuhan bahan baku bioenergi meningkat, maka diperlukan pembukaan lahan yang berpotensi memperluas deforestasi. Di sisi lain, produktivitas kebun sawit Indonesia justru cenderung menurun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak pernah mencapai target. Sejak diterapkan tahun 2017, rata-rata realisasi peremajaan lahan sawit baru mencapai 50 ribu hektar (ha) per tahun. Padahal, kata Airlangga, target yang ditetapkan pemerintah seluas 180.000 ha setiap tahunnya. Untuk itu, ia mendorong kebijakan PSR dapat dipercepat.

“Kurang dari 30 persen dari target yang waktu itu dicanangkan Presiden Jokowi seluas 180.000 ha per tahun," kata Airlangga, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024, Jakarta, Kamis (28/3).

Sementara itu, Center of Reform on Economic (Core) Indonesia menyebut ekspansi lahan sawit melebihi luas lahan sawah untuk pangan. Lahan pertanian untuk sawah hanya 21 persen, sedangkan untuk sawit 37 persen tahun 2022.

Menurut data yang diolah oleh Map Biomas, luas sawah di Indonesia pada 2000 tercatat 9,2 juta hektare. 22 tahun kemudian, luas sawah di Indonesia hanya meningkat sekitar 700.000 hektare menjadi 9,9 juta hektare pada 2022. 

Sedangkan, perkebunan sawit mengalami lonjakan yang luas biasa. Pada 2000, luas perkebunan sawit hanya sekitar 7,3 juta hektare. Pada 2022 atau 22 tahun kemudian, luas perkebunan sawit melonjak menjadi 17,8 hektare atau mengalami ekspansi sebesar 243 persen.

Peneliti CORE Indonesia, Eliza Mardian mengatakan, data dari Map Biomas menunjukkan perkebunan kelapa sawit terus naik dari tahun ke tahun. “Artinya pemerintah memang sangat ekspansif dalam hal sawit dibandingkan sawah," kata Eliza, Rabu (27/3).

Perluasan lahan sawit diprediksi bakan meningkat seiring dengan rencana pemerintah terpilih usai Pemilu 2024 yang ingin menggenjot bioenergi. Ini karena bahan baku bioenergi seperti sawit untuk biodiesel dan singkong atau tebu untuk bioavtur membutuhkan lahan yang besar.

Jika biodiesel digenjot, supply untuk minyak goreng menjadi berkurang. Hal ini akan berdampak kelangkaan minyak goreng seperti 2022 lalu. Di mana CPO banyak digunakan untuk biodiesel.

Reporter: Rena Laila Wuri