Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperkirakan potensi penurunan volume produksi beras pada tahun ini bisa mencapai 5 juta ton. Proyeksi tersebut berdasarkan defisit neraca produksi yang dicanangkan terjadi bulan ini dan berlanjut pada bulan depan.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi memaparkan defisit neraca produksi beras akan minus 570.000 ton pada bulan ini. Sebab, produksi beras diperkirakan susut 43,85% secara bulanan menjadi 2,01 juta ton, sedangkan volume naik 10.000 ton menjadi 2,58 juta ton.
"Kalau melihat grafik dan pole, produksi beras tahun ini agak berat. Berdasarkan diskusi kami dengan Menteri Pertanian, produksi beras diproyeksi turun sekitar 5 juta ton tahun ini," kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR di Jakarta, Senin (10/6).
Walau demikian, Arief mengaku belum berencana menambah kuota impor beras mencapai 3,6 juta ton di 2025. Pihaknya akan terus mendorong ketersediaan beras dari dalam negeri pada paruh kedua tahun ini.
Menurutnya, importasi beras hanya akan memindahkan nilai industri beras yang seharusnya dinikmati di dalam negeri ke petani asing hingga Rp 30 triliun. Selain itu, sumber beras impor dinilai semakin sulit dengan melemahnya nilai tukar rupiah menjadi Rp 16.300 per dolar Amerika Serikat (AS).
Terima Perintah Jokowi
Arief mengungkapkan, bahwa pihaknya telah menerima perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menurunnya proyeksi produksi beras tahun ini. Namun jadwal panen beras nasional pada tahun ini bergeser karena musim el nino.
Dengan demikian, masa panen raya beras yang seharusnya dimulai pada Maret 2024 justru terjadi pada April 2024. Pada saat yang sama, musim kemarau di dalam negeri terjadi lebih cepat atau dimulai pada bulan ini.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan produksi beras pada paru kedua akan diperburuk oleh el nino pada Juli 2024, selain karena percepatan musim kemarau.
Musim kering menjadi tantangan setiap tahun karena 60% produksi beras nasional terjadi pada Maret-Juni 2024. Kondisinya pada tahun ini akan diperburuk dengan datangnya musim el nino pada Juli nanti.
"Jadi tekanan ke produksi beras luar biasa. Ini fenomena yang tidak pernah kami temukan," kata Amran di kantornya, Jakarta, Jumat (7/6).
Pada 2023, El Nino membuat neraca produksi beras konsisten defisit selama delapan bulan berturut-turut sejak Juli. Defisit pada Januari hingga Februari 2024 tercatat mencapai 2,92 juta ton.
Amran berharap fenomena cuaca panas dan kering tersebut tidak berlanjut hingga Agustus 2024 atau saat masa produksi panen. Diperkirakan el nino tahun ini akan membuat produksi beras nasional lebih rendah hingga 4 juta ton dari kebutuhan.