Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia menduga tren peningkatan harga minyak goreng selama 30 hari terakhir disebabkan oleh manipulasi pihak oknum. Perbuatan jahat ini terjadi karena disparitas harga MinyaKita dan minyak goreng kemasan premium.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menduga, oknum jahat itu memborong MinyaKita untuk dijual di pasar ekspor senilai Rp 18 ribu per kilogram. "Masyarakat saat ini hanya menerima sebagian kecil yang disetor eksportir minyak sawit mentah (CPO)," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Nataru 2024/2025 di Jakarta, Kamis (5/12).
Dalam hitungannya, kebutuhan MinyaKita untuk masyarakat prasejahtera adalah 150 ribu ton per bulan. Sedangkan realisasi kewajiban para eksportir untuk menyetor kebutuhan domestik atau DMO mencapai 214 ribu ton pada bulan ini.
Tingginya DMO itu karena meningkatnya harga CPO di pasar global. Kenaikannya mencapai 46,31% menjadi US$ 1.390 per ton dibandingkan awal tahun ini yang senilai US$ 95 per ton.
Kewajiban memasok kebutuhan domestik tersebut bertujuan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng untuk masyarakat prasejahtera. Minyak goreng DMO tersebut kemudian dijual oleh produsen lokal dengan merek pemerintah, MinyaKita.
Karena itu, Sahat berpendapat, pemerintah tidak perlu mengkhatirkan ketersediaan minyak goreng dalam negeri. Justru yang harus menjadi perhatian adalah proses distribusinya. "Saya menyarankan pemerintah menyerahkan proses distribusi MinyaKita ke badan usaha milik negara, yakni Perum Bulog dan ID Food," ucapnya.
Direktur Bahan Pokok Penting Kementerian Perdagangan Bambang Wisnubroto berencana mengundang Perum Bulog dan ID Food ke kantornya pekan depan. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari proses distribusi Minyakita ke wilayah timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Maluku, dan Papua. "Kendala pertama adalah kekhawatiran produsen terhadap kemampuan keuangan BUMN Pangan dalam menyerap Minyakita," kata Wisnu.
Ia menemukan harga Minyakita di wilayah timur telah mencapai Rp 19 ribu per liter saat ini. Dengan kata lain, harganya telah naik lebih dari 21% dari harga eceran tertinggi, yaitu Rp 15.700 per liter.