Presiden AS Trump Minta ‘Jatah’ Atas Penjualan TikTok

ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis/WSJ/dj
Presiden AS Donald Trump memberikan hadiah pena yang ia gunakan untuk menandatangani perintah eksekutif untuk menurunkan harga obat saat acara resmi penandatanganan di Kantor Eksekutif Eisenhower di Gedung Puith, Washington, Amerika Serikat, Jumat (24/7/2020).
Penulis: Desy Setyowati
6/8/2020, 18.37 WIB

Namun, CFIUS belum pernah meminta ‘jatah’ dari hasil divestasi atas kasus yang diselidiki sebelumnya.

CFIUS pun memberikan waktu hingga 15 September bagi ByteDance untuk bernegosiasi terkait penjualan TikTok. Valuasi TikTok disebut-sebut mencapai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 730 triliun.

Namun, CNBC Internasional melaporkan, Microsoft diperkirakan membeli TikTok seharga US$ 30 miliar atau Rp 436 triliun.

Kendati begitu, pengacara di Cleary Gottlieb, Paul Marquardt menilai bahwa permintaan ‘jatah’ oleh Trump itu tidak sejalan dengan tugas dan fungsi CFIUS. “CFIUS sejak lama mempertahankan reputasi bertindak apolitis dan semata-mata atas dasar keamanan nasional, tetapi tidak jelas apakah itu di luar otoritas hukum presiden,” katanya.

Mantan penasihat utama Divisi Antitrust Departemen Kehakiman AS Gene Kimmelman pun menilai, permintaan Trump itu tidak memiliki dasar dalam undang-undang antimonopoli. "Ini sangat tidak biasa. Ini di luar norma," kata dia.

Bahkan, ia tak memahami ‘jatah’ yang dimaksud Trump. “Tidak pernah terjadi transaksi yang memiliki implikasi geopolitik yang lebih luas di antara negara-negara. Tetapi. cukup luar biasa untuk memikirkan semacam ‘uang di atas meja’ terkait transaksi,” ujarnya.

Namun, penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow tidak yakin apakah Trump akan benar-benar meminta ‘jatah’ atas kesepakatan itu. "Saya tidak yakin itu konsep khusus yang akan ditindaklanjuti," katanya kepada Fox Business News.

Halaman: