Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin angkat bicara soal kondisi politik terkini di Myanmar. Keduanya menyampaikan keprihatinannya atas pergolakan politik yang berujung kudeta militer dan penangkapan Konselor Negara Aung San Suu Kyi.
Dalam pertemuan bilateral, Jokowi dan Muhyiddin meminta ASEAN menggelar pertemuan khusus tingkat Menteri Luar Negeri untuk membahas gejolak politik Myanmar.
“Kami sudah berbicara dengan Perdana Menteri (Muhyiddin) mengenai ini,” kata Jokowi dalam konferensi pers bersama usai pertemuan bilateral di Istana Merdeka, Jumat (5/2).
Jokowi juga berharap gejolak politik di Myanmar diselesaikan dengan mekanisme hukum yang berlaku. Tak hanya itu, Presiden mengingatkan negara tersebut agar menghormati Piagam ASEAN.
“Terutama soal rule of law, good governance, Hak Asasi Manusia (HAM), dan pemerintahan yang konstitusional,” kata Jokowi.
Terkait isu Laut Cina Selatan, Jokowi mengatakan stabilitas kawasan ini akan tercipta jika semua pihak menghormati ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini, Presiden merujuk pada United Nations Convention for the Law of the Sea tahun 1982.
Di kesempatan yang sama, Muhyiddin sepakat agar para Menlu ASEAN membicarakan kondisi Myanmar secara mendalam. Ia juga mengkhawatirkan pergolakan politik di sana dapat berdampak pada keamanan ke negara sekitarnya.
“Kami memandang serius keadaan Myanmar yang ke belakang dalam hal demokrasi,” kata Muhyiddin.
Sedangkan terkait Laut Cina Selatan, ia meminta tidak ada pihak yang memprovokasi dan menggelar aksi militer di wilayah tersebut. “Isu ini hendaknya diselesaikan kontruktif lewat saluran yang sesuai,” katanya.
Perlindungan WNI
Pembciaraan bilateral kedua pemimpin juga menyinggung persoalan sosial hingga ekonomi. Jokowi meminta Muhyiddin melindungi Pekerja Migran Indonesia di sana. Salah satunya dengan menyelesaikan nota kesepahaman baru mengenai hal ini.
“Dua negara perlu membangun one channel system agar penempatan tenaga kerja lebih baik,” kata Presiden.
Keduanya juga bersepakat akan terus melawan diskriminasi terhadap kelapa sawit yang menjadi andalan kedua negara. “Indonesia berharap komitmen yang sama dengan Malaysia mengenai isu sawit,” kata Jokowi.
Tak hanya itu, dua pemimpin juga membahas pentingnya ASEAN menyelesaikan kerangka Travel Corridor Arrangement (TCA) terutama di masa sulit saat pandemi. “Jadi kepentingan kita untuk menunjukkan soliditas,” kata Presiden.
Adapun Muhyiddin mengatakan keberadaan TCA ini akan merangsang perdagangan Indonesia-Malaysia terutama saat pandemi. Namun ia berharap faktor kesehatan dua negara perlu dikaji mendalam sebelum kebijakan tersebut diputuskan.
“Saya percaya dua negara akan sepakat pada Standar Operating Procedure (SOP) dalam waktu dekat,” katanya.