Soroti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, KPK: Ada Pemborosan Rp 3,6 T

ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Ilustrasi, pekerja memilah sampah saat uji coba pengoperasian mesin instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu, di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019). Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut ada inefisiensi Rp 3,6 triliun dari proyek PLTSa.
6/3/2020, 18.09 WIB

Di sisi lain, pasokan listrik PLN di Jawa-Bali sudah mencapai 30%. Sehingga Ghufron menilai tidak ada urgensi untuk menambah pasokan listrik baru di wilayah Jawa dan Bali.

Sedangkan dari basis teknologi, ia mengungkapkan belum ada teknologi untuk membuat sampah menjadi energi. "Jadi, maksudnya harapannya pengelolaan sampah itu cukup sampai ke energi saja kalau untuk ke listrik menjadi sangat berat," ujar dia.

(Baca: Menengok Pengelolaan Sampah di Jakarta dan Surabaya)

Adapun latar belakang KPK mengkaji PLTSa karena volume sampah di Indonesia yang mencapai 64 juta ton per tahun. Di sisi lain, pemerintah ingin meningkatkan bauran energi melalui EBT.

Saat ini, bauran energi baru mencapai 10% dari target 23% pada 2025. Pemerintah kemudian mencanangkan percepatan penanganan sampah melalui PLTSa untuk mengatasi dua persoalan tersebut.

Sejak 2016, kata dia, telah dikeluarkan tiga Peraturan Presiden (Perpres) untuk percepatan pembangunan PLTSa tersebut. Terakhir, Peraturan Presiden Nomor 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

"Namun hingga akhir 2019 belum satu pun PLTSa berhasil terbangun. Proses pembangunannya sudah selesai tetapi belum sukses sebagaimana diharapkan mengentaskan sampah dan menghasilkan energi listrik," ujar Ghufron.

(Baca: Ragam Kisah Sukses Sistem Pengolahan Sampah di Berbagai Negara )

Halaman:
Reporter: Antara