Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluhkan pembangunan kilang yang berjalan lambat. Namun, Pertamina justru mengklaim sudah mempercepat proyek kilang demi menekan impor minyak.
Pertamina saat ini mengembangkan empat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan membangun dua proyek Grass Roof Refinery (GRR). “Pertamina melakukan sejumlah akselerasi agar proyek yang ditetapkan Presiden sebagai proyek strategis nasional ini bisa segera terwujud. Inilah impian besar kami dalam membangun ketahanan dan kemandirian energi,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman dalam siaran pers pada Selasa (17/12).
Pertamina, lanjut Fajriyah, telah berupaya agar proyek kilang bisa terlaksana tepat waktu bahkan lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan. Pasalnya, proyek RDMP dan GRR akan meningkatkan kapasitas kilang hingga dua kali lipat dari 1 juta barel menjadi 2 juta barel sehingga seluruh kebutuhan BBM bisa dipenuhi oleh kilang dalam negeri.
Hingga kini, perusahaan pelat merah tersebut telah menyelesaikan studi kelayakan (feasibility study) untuk proyek RDMP Balongan tahap I dan dilanjutkan dengan penetapan dan pengadaan lahan. Sedangkan studi kelayakan tahap II masih berlangsung. Khusus proyek ini, Pertamina menerapkan dual feed competition sehingga realisasi proyek bisa selesai satu tahun lebih cepat dari jadwal.
Untuk proyek Kilang Balikpapan telah memasuki masa konstruksi sejak Februari 2019. Pada 7 Mei 2019, telah ditandatangani akta pendirian PT Kilang Pertamina Balikpapan.
Pertamina pun tengah mengadakan peralatan utama dan long lead item untuk proyek tersebut. Bahkan, beberapa peralatan sudah berada di lokasi.
(Baca: Tak Pernah Bangun Kilang Minyak, Jokowi: Indonesia Disuruh Impor Terus)
Selain itu, RDMP Dumai masih tahap negosiasi dengan mitra dari Timur Tengah. Sedangkan proyek Kilang Cilacap dalam tahap penyelesaian valuasi bersama Saudi Aramco.
Untuk proyek GRR Tuban, Pertamina telah menyelesaikan proses pengadaan lahan dan dalam tahap proses pembayaran. Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada 28 Oktober 2019.
Secara pararel, Pertamina memulai pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED). Selain itu, perusahaan pelat merah tersebut juga sudah memulai konstruksi fasilitas pendukung dan persiapan lahan restorasi sekitar 20 hektar di pesisir panta Tuban.
Untuk GRR Bontang, Pertamina dan OOG telah menandatangani kemitraan pada Desember 2018. Izin prinsip lokasi dari Gubernur Kalimantan Timur sudah diterbitkan dan dalam proses pelaksanaan studi dan kajian dokumen Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
“Pertamina menyampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pemangku kepentingan sehingga megaproyek bisa berjalan dengan baik. Dukungan yang terus menerus dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, menjadi kekuatan tersendiri bagi Pertamina untuk menuntaskan tugas bersejarah ini,” tegas Fajriyah.
(Baca: Luhut Gandeng Mubadala dan Adnoc untuk Proyek Kilang Pertamina)
PLBC Selesai Dibangun
Pertamina juga megklaim telah menyelesaikan Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) selama kurun waktu 2015-2019. Dengan begitu, BUMN tersebut dapat memproduksi BBM standar Euro4. Menurut Fajriyah, PLBC telah beroperasi sejak Juli 2019 dan diintegrasikan dengan Refinery Unit IV Cilacap.
“Dengan beroperasinya PLBC, Pertamina berhasil menggenjot produksi Pertamax hingga 60% dari 1 juta barel menjadi 1,6 juta barel per bulan. Adapun, BBM yang diproduksi akan disuplai di empat provinsi yakni Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jogyakarta," ujarnya.
Proyek PLBC telah memberi manfaat ekonomi dengan membuka lapangan kerja hingga 2.500 ketika konstruksi. Setelah beroperasi, proyek PLBC dapat mengurangi nilai impor BBM Pertamina hingga Rp 10 Triliun per tahun.
(Baca: Pertamina-Aramco Tak Sepakat, Pengembangan Kilang Cilacap Diundur Lagi)