Wacana Amendemen UUD 1945 Ditentang

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi MPR. Salah satu isu amandemen UUD 1945 yang dipersoalkan adalah dihidupkannya kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Agustiyanti
8/10/2019, 20.19 WIB

Isu lain dalam amendemen UUD 1945 yang dipersoalkan Very adalah perihal presiden yang bisa menjabat lebih dari satu kali dengan syarat tidak boleh berturut-turut. Usulan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Nasdem di MPR Johny G Plate.

Jika amendemen terlaksana, maka Joko Widodo (Jokowi) bisa menjabat Presiden lebih dari dua kali selama diberi jeda memimpin. Veri menganggap isu dalam amendemen itu menafikkan berbagai persoalan yang muncul ketika Orde Baru.

(Baca: Panasnya Wacana Amendemen UUD 1945 dan Kembalinya GBHN)

Saat itu, Soeharto dapat menjabat sebagai Presiden tanpa batas waktu yang jelas. Hal tersebut lantas membuat pemerintah bertindak otoriter kepada rakyatnya.

Kondisi itu lantas memantik adanya gerakan reformasi pada 1998 dengan melengserkan Soeharto dan mengamendemen UUD 1945. "Kita seperti kacang lupa kulitnya. Kenapa kita harus kembali ke situ?" kata Veri.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah menambahkan, isu lain yang menjadi masalah dalam rencana amendemen UUD 1945 adalah pemilihan Presiden dilakukan oleh MPR. Menurut Maryati, isu tersebut dapat membawa Indonesia mundur dari semangat reformasi.

Maryati menilai amendemen UUD 1945 seharusnya dilakukan terhadap hal-hal yang lebih substansial. Salah satunya dengan memperkuat fungsi dan kewenangan DPD.

"Kalau amendemen agar Presiden dipilih oleh MPR, maka reformasi dikorupsi. kita akan set-back dari reformasi Indonesia," kata Maryati.

Halaman: