Harga minyak mentah dunia turun lebih dari 2% pada perdagangan Rabu (25/9). Harga komoditas ini pun anjlok ke level terendah sejak fasilitas kilang minyak milik Saudi Aramco diserang pada 14 September lalu.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 2,3% menjadi US$ 57,3 per barel pada penutupan perdagangan kemarin (24/9). Pada pukul 8.16 PM EDT perdagangan hari ini, harganya kembali turun 0,77% menjadi US$ 56,9 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah berjangka jenis Brent turun 2,6%, menjadi US$ 63,1 per barel pada perdagangan kemarin. Pada pukul 8.19 PM EDT perdagangan hari ini, harganya turun 0,86% menjadi US$ 62,6 per barel.
Salah satu penyebab anjloknya harga minyak adalah kekhawatiran pasar atas perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang berpotensi kembali memanas. “Seperti yang sudah saya jelaskan, saya tidak akan menerima tawaran (kesepakatan yang) buruk,” kata Presiden AS Donald Trump berpidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB dikutip dari Reuters, kemarin (24/9).
Pernyataan Trump itu menimbulkan kekhawatiran bagi para investor. Apalagi, Trump menuduh Tiongkok melakukan praktik perdagangan tidak adil, termasuk hambatan pasar secara besar-besaran.
Di hadapan Sidang Majelis Umum PBB, Trump mengatakan bahwa Tiongkok memanipulasi mata uang dan mencuri kekayaan intelektual. "Semoga kami bisa mencapai kesepakatan yang akan bermanfaat bagi kedua negara," kata Trump.
(Baca: Harga Minyak Tergelincir di Tengah Upaya Arab Saudi Pulihkan Kilang )
Partner di Again Capital LLC di New York John Kilduff menilai Trump seolah memulai kembali perang dagang dengan Tiongkok. Bahkan, menurutnya pernyataan Trump tak menunjukkan upaya menyelesaikan persoalan terkait perdagangan. Hal ini membuat harga minyak semakin tertekan.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Energi Berjangka Mizuho di New York, Robert Yawger. “Kesepakatan itu (AS dan Tiongkok) sepertinya tidak bisa dilakukan dengan cepat,” kata dia.
Selain soal perang dagang, penurunan harga minyak dipicu oleh laporan data ekonomi Eropa dan Jepang yang lesu. "Kami melihat revisi ke bawah terkait permintaan minyak 2019, terjadi terus-menerus," kata Presiden Lipow Oil Associates di Houston Andy Lipow. Permintaan minyak pun diprediksi hanya naik 1 juta barel per hari atau bahkan kurang dari itu.
Di satu sisi, persediaan minyak mentah AS naik 1,4 juta barel minggu lalu. "Dengan berlanjutnya pertumbuhan produksi AS dan produksi baru di Norwegia dan Brasil, pasar merasa kelebihan pasokan. Meskipun produksi minyak Saudi telah terkena dampak (serangan terhadap kilang) selama 10 hari terakhir," kata Lipow.
(Baca: Ketegangan di Timur Tengah Kerek Harga Minyak ke US$ 64,8 per Barel)