Pertamina baru Terapkan EOR 2023, Produksi Blok Rokan Terancam Turun

Chevron
Ilustrasi, penjualan perdana minyak Blok Rokan ke Pertamina. Produksi Blok Rokan berpotensi turun jika Pertamina tak segera lakukan EOR.
29/8/2019, 16.47 WIB

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan Pertamina baru bisa menerapkan teknologi tingkat lanjut Enhance Oil Recovery (EOR) kimia secara penuh di Blok Rokan pada 2023. Sebab, penerapan EOR kimia harus melalui beberapa tes terlebih dahulu. 

Ego memperkirakan Pertamina butuh waktu dua tahun untuk melakukan tes injeksi EOR kimia di Blok Rokan setelah resmi mengambil alih kelola blok tersebut pada 2021. "Pertamina kan masuk 2021. Anggaplah Pertamina langsung  dapat lapangan baru, dia pelajari dulu. Cek formulanya lagi," kata Ego saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (28/8) malam.

Dengan begitu, produksi Blok Rokan pun terancam turun ketika dikelola oleh Pertamina. Sebab, hasil dari penerapan EOR baru bisa dirasakan beberapa tahun kemudian. "Itu pun akan terasa baru lima tahun," ujarnya.

(Baca: SKK Migas Dorong Pertamina Segera Mulai Transisi Blok Rokan)

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan penerapan EOR di Blok Rokan semestinya tidak dikerjakan pada 2023. Jika terus ditunda-tunda, produksi Blok Rokan akan terus turun ketika nanti dikelola oleh Pertamina.

"Selain EOR saya kira pengeboran pun harus masif dilakukan dari sekarang agar tetap bisa menjaga produksi, "ujar Mamit ke Katadata pada Kamis (29/8).

Mamit pun menyarankan Pertamina segera menyelesaikan skema investasi transisi dengan operator Blok Rokan saat ini, Chevron Pacific Indonesia. "Apakah menggunakan dana Pertamina dahulu, atau Chevron dahulu baru nanti diganti oleh Pertamina, atau menggunakan skema bagi dikerjakan bersama-sama," katanya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan produksi Blok Rokan ke depannya akan menurun secara alamiah karena usia blok migas tersebut sudah cukup tua. Jika Pertamina tidak segera menerapkan teknologi EOR, maka penurunan produksi Blok Rokan akan semakin besar. 

"EOR yang akan dilakukan pada dasarnya hanya untuk mempertahankan tingkat produksi saja atau bahkan hanya untuk menahan agar laju penurunan produksi tidak terlalu besar," kata Komaidi.

(Baca: Kementerian ESDM Menilai Transisi Produksi Blok Rokan Berjalan Lambat)

Sebelumnya Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menegaskan agar Pertamina segera mengebor sumur dan menerapkan EOR di Blok Rokan. Upaya tersebut dilakukan untuk menahan penurunan produksi.

Namun hingga kini Pertamina belum menyepakati skema transisi dengan Chevron Pacific Indonesia selaku operator blok tersebut. Dengan begitu, Pertamina belum bisa memulai aktivitas di Blok Rokan.

"Kalau tidak mulai ada aktifitas paling tidak dua tahun ini, nanti penurunan produksi sangat besar. Makanya investasi dalam dua tahun ini harus ada," ujar Dwi.

Sejak beroperasi pada 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak. Meski begitu, dalam tiga tahun terakhir produksi Blok Rokan terus mengalami penurunan. Pada 2017, lifting minyak Blok Rokan bisa mencapai 224.300 barel per hari (bopd). Pada 2018 turun menjadi 209.552 bopd dan pada semester I 2019 hanya mencapai 190.654 bopd.

(Baca: Pertamina akan Integrasikan Blok Corridor - Blok Rokan - Kilang Dumai)

Reporter: Verda Nano Setiawan