Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi pengembangan Blok Masela. Ini sebagai upaya untuk mencegah korupsi dalam pengembangan blok tersebut.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, pengawasan yang penting yakni terkait biaya pengembangan. Sebab, proyek tersebut menggunakan kontrak bagi hasil (PSC) cost recovery. Artinya, bagi hasil memperhitungkan biaya pengembangan yang harus diganti pemerintah.
"Yang crucial kan biaya pengembangannya, karena jadi cost recovery, ada procurement barang dan jasa. Padahal kalau development cost irit atau hemat, ujungnya kan bagian pemerintah lebih banyak," ujar Pahala kepada Katadata.co.id, Rabu (26/6).
Meski begitu, KPK belum memutuskan terkait permintaan pengawasan tersebut.
(Baca: Pemerintah Tetapkan Lokasi Kilang LNG Masela, Ada Risiko Mafia Lahan)
Proyek pengembangan Blok Masela segera dimulai. Operator Blok Masela, Inpex Corporation, telah mengajukan revisi rencana pengembangan (PoD) Blok Masela pada Kamis (20/6) lalu. Ini merupakan kelanjutan dari penandatanganan pokok-pokok kesepakatan (HoA) pada pertengahan Juni lalu.
Dalam HoA, Inpex dan SKK Migas sepakat mengenai estimasi biaya, periode kontrak bagi hasil (PSC), dan kondisi finansial. Rencananya, pemerintah dan Inpex akan menandatangani PoD Blok Masela di Jepang pada Kamis (27/6).
(Baca: Kesepakatan Blok Masela Dapat Memicu Peningkatan Investasi Migas Asing)
Proyek lapangan Gas Abadi di Laut Arafura ini akan menggunakan skema pengembangan kilang LNG di darat dengan kapasitas produksi LNG sebesar 9,5 juta ton per tahun (MTPA) dan gas pipa sebesar 150 mmscfd. Nilai investasi diperkirakan berkisar US$ 18-20 miliar.