Produksi Batu Bara Bukit Asam Naik 8% di 2018

Donang Wahyu|KATADATA
Editor: Ekarina
2/1/2019, 20.23 WIB

Selain itu, Suherman menjelaskan penyusunan RKAB ini sudah dilakukan sebelum Tiongkok membuat kebijakan untuk membatasi impor batu bara. Dengan demikian, tahun depan PTBA masih bisa mengekspor batu baranya ke negara tersebut. "Mudah-mudahan Januari sudah tidak ada lagi pembatasan impor," kata dia.

Kebijakan Tiongkok yang masih memberlakukan pembatasan impor batu bara diprediksi memukul produsen batu bara. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengtakan akibat kebijaka tersebut, harga batu bara acuan (HBA) diperkirakan terus menurun pada awal 2019.

Pasar Cina menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi HBA. Sebab, sekitar 30 % penjualan batu bara diekspor ke Negeri Panda tersebut. Pembatasan impor ini memukul permintaan batu bara, sedangkan produksi dalam negeri berlimpah. “Sudah pasti akan menurun tiga bulan pertama, sekitar US$ 90 per ton,” kata Ketua Umum APBI Pandu P. Sjahrir kepada Katadata.co.id, Rabu (2/1).

Namun, Pandu belum bisa memastikan HBA sepanjang 2019. Karena, HBA juga dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya indeks harga Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC).

Untuk memperkuat harga batu bara harus ada perubahan pada referensi penetapan harga. Menurut dia, untuk penetapan HBA seharusnya hanya untuk batu bara dengan kadar rendah, yakni di bawa 5.000 kalori, dan harus mengikuti harga pasar seperti yang dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Adapun saat ini penetapan HBA berlaku untuk batu bara kalori tinggi yaitu 6.322. Sedangkan kalori rendah tidak diatur. Ini membuat keduanya memiliki perbedaan harga yang cukup jauh. “Referensi harus dibetulkan. Kalau sudah HBA, low kalori saja,” ujar Pandu.

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati