Alasan Anies Segel Properti Grup Agung Sedayu di Pulau D Reklamasi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyegel properti di Pulau D karena tak memiliki IMB.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
8/6/2018, 08.22 WIB

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menyegel dan menghentikan seluruh kegiatan pembangunan gedung di Pulau D, Teluk Jakarta. Pemprov DKI menempuh upaya ini lantaran pihak pengembang Pulau D, PT Kapuk Naga Indah - anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup - terbukti tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Berdasarkan data yang diperoleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dari Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, jumlah bangunan yang disegel sebanyak 932 bangunan. Jumlah tersebut terdiri dari 409 rumah, 212 rumah kantor (rukan), dan 313 unit rukan yang dijadikan rumah tinggal.

“Pemprov DKI Jakarta melakukan penyegelan atas seluruh bangunan yang terletak di atas tanah di mana hak pengolahan lahan ada pada Pemprov DKI Jakarta dan seluruh bangunan ini tidak memiliki izin,” ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan tertulis, Kamis (7/6).

(Baca juga: Usut Kasus Properti Reklamasi, Ombudsman Akan Panggil Pemprov Jakarta)

Penyegelan properti di Pulau D dilakukan Pemprov DKI dengan mengerahkan 300 personel Satpol PP. Selain itu, terdapat beberapa petugas gabungan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Anies langsung memimpin penyegelan Pulau D. Dia pun ikut meninjau Pulau C yang juga dikembangkan KNI dan meminta anak buahnya mengawasi.

“Kami juga akan siagakan petugas Satpol PP di pulau ini untuk memastikan tak ada lagi kegiatan pembangunan,” kata Anies.

Anies mengatakan, upaya penyegelan dan penghentian pembangunan di lahan reklamasi tersebut sebagai upaya penegakkan aturan di Jakarta. Anies mengklaim penegakkan aturan wajib dilakukan tak hanya pada orang-orang dengan strata kecil dan lemah, melainkan juga mereka yang besar dan kuat.

(Baca juga: Digugat Konsumen Reklamasi, Pemprov Disebut Sebabkan Ketidakpastian)

Anies pun mengimbau agar semua pihak dalam membangun mengikuti aturan dan ketentuan yang ada. Menurut Anies, pembangunan baru boleh berjalan jika pengurusan izin sudah selesai.

“Jangan membangun dahulu baru mengurus izin tetapi pastikan ada izin dulu baru semua harus sesuai dengan tata kelola yang ada,” katanya.

Keberadaan properti di Pulau D menimbulkan polemik. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) pun saat ini sedang menggugat Surat Keputusan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta.

Ombudsman Perwakilan DKI Jakarta pun berencana memanggil Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan pengembang properti di proyek reklamasi Teluk Jakarta. Pemanggilan ini untuk merespon aduan yang dilayangkan tujuh konsumen properti. 

Nasib para konsumen properti elite Golf Island di Pulau C dan D reklamasi Teluk Jakarta terkatung-katung karena ketidakjelasan proyek reklamasi. Mereka telah membeli properti dari pengembang KNI dan membayar sejumlah cicilan. Namun, proyek properti tersebut berhenti karena terganjal aspek legalitas.

Sebelumnya enam konsumen pembeli Golf Island pada periode 2012-2013 menggugat pengembang dan pemprov Jakarta. Enam konsumen tersebut yakni Agus Tamin, Handy Tamin, Suradi Tamin, Stevanus Williyan, Endro Weliyan, dan Yudarno, telah membayar cicilan dengan total Rp 35 miliar. Tanpa alasan yang jelas, konsumen mencabut gugatan perdata ini. 

(Baca juga: Enam Konsumen Properti Reklamasi Cabut Gugatan Perdata)

Golf Island merupakan proyek properti elite yang menghubungkan antara Pulau C,D dan Pantai Indah Kapuk. Rumah yang dibangun ditawarkan dengan harga sekitar Rp 2-9 miliar per unit. Sementara rumah kantor yang menghadap pantai mencapai Rp 11 miliar per unit.