Hakim MA Batalkan Kewajiban Freeport Bayar Pajak Air Rp 2,6 Triliun

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua.
Penulis: Yuliawati
19/4/2018, 16.21 WIB

(Baca: DPR Minta Freeport Klarifikasi Pelanggaran Lingkungan di Papua)

Perkara ini bermula dari tagihan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Permukaan dari Pemprov Papua ke Freeport sejak 2011 hingga 2015 sebesar Rp 2,6 triliun. Pemprov menagih pajak air permukaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang pajak daerah.

Dalam Perda tersebut, Pemprov Papua mengenakan tarif pajak kepada Freeport sebesar Rp 120 per meter kubik per detik untuk tiap pengambilan air.

Selain itu, Pemprov Papua menetapkan tarif pajak air permukaan sebesar 10% dari jumlah volume air bawah tanah, atau air permukaan yang diambil dan dimanfaatkan. Pembayarannya setiap bulan.

Aturan tersebut juga memuat sanksi jika wajib pajak lalai. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25% dari pokok pajak, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga dua persen setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar.

Sementara Freeport bersikukuh tak membayar pajak air karena masih mengacu aturan dalam kontrak karya (KK), yang hanya mengakui pajak atas penggunaan air permukaan sebesar Rp 10 per meter kubik per detik.

Pemprov kemudian membawa perkara ke pengadilan pajak dan dimenangkan pengadilan. Pemprov Papua mengklaim jumlah pajak yang harus dibayar Freeport tersebut sudah mendapat rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Halaman: