Dongkrak Elektabilitas, Jokowi Diusulkan Reshuffle Kabinet Tahun Ini

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung membuka Executive Leadership Program bagi direksi BUMN di Istana Negara, Jakarta, 25 Januari 201
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
13/9/2017, 10.19 WIB

Peneliti politik dan hubungan internasional dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyarankan Presiden RI Joko Widodo melakukan perombakan kabinet atau reshuffle pada 2017. Alasannya, untuk mendongkrak kepuasan publik di bidang sektor ekonomi.

Arya menuturkan, kepuasan publik di sektor ekonomi penting untuk bisa mengatrol elektabilitas Jokowi untuk Pemilu Presiden 2019. Berdasarkan riset yang diterbitkan CSIS, saat ini kepuasan publik di sektor ekonomi terhadap pemerintah sebesar 56,9%.

(Baca: Presiden Berubah Haluan soal Reshuffle Kabinet Ekonomi)

Adapun, tingkat elektabilitas Jokowi hanya sebesar 50,9% suara, atau naik 9% dibandingkan tahun 2016 yang tercatat sebesar 41,9%. Namun, pesaing politik Jokowi dalam Pilpres 2014 yakni Prabowo Subianto juga mengalami kenaikan, dari 24,3% pada tahun lalu menjadi 25,8% tahun ini.

"Jadi menurut saya tahun 2017 ini kesempatan terbaik untuk reshuffle," kata Arya di Jakarta, Selasa (12/9).  (Baca: Survei CSIS: Kepuasan Publik Pada Jokowi-JK Naik Terus Jadi 68,3%)

Arya menuturkan, keputusan untuk melakukan reshuffle tahun ini lebih tepat dibandingkan digeser pada tahun mendatang. Alasannya, 2018 sudah merupakan tahun politik.

Tahun depan diperkirakan pemerintah mulai sibuk mengurusi persiapan Pilpres 2019. Selain itu, Pilkada Serentak juga akan digelar pada 2018. (Baca: CSIS sebut Masalah Ekonomi sebagai Ujian Terbesar Jokowi di 2019)

Keputusan untuk reshuffle akan memiliki dampak politis jika dilakukan pada 2018. Kondisi psikologis menteri juga akan terganggu jika reshuffle dilakukan tahun depan.

"Riskan sekali karena waktu pemilu sudah sangat dekat dan kondisi psikologis menteri akan terganggu," kata Arya. (Baca: CSIS: Elektabilitas Jokowi Teratas, AHY dan Gatot Merambat Naik)

Kendati demikian, Jokowi diminta perlu berhati-hati dalam melakukan reshuffle, khususnya terkait pemilihan menteri dari partai politik. Sebab jika salah langkah, reshuflle dapat menjadi bumerang bagi Jokowi.

"Partai oposisi akan mendapat angin kalau ada kesalahan dalam proses reshuffle," kata Arya. (Baca: Jokowi Keluhkan Koran Jarang Menulis Prestasi Pemerintah)

Sebelumnya, beredar kabar Jokowi tetap memiliki rencana melakukan perombakan (reshuffle) kabinet jilid IV dalam beberapa waktu ke depan. Realisasi reshuffle yang terus tertunda turut mengubah nasib sejumlah menteri yang semula direncanakan akan diganti, termasuk menteri-menteri di bidang ekonomi.

Informasi yang diperoleh Katadata, beberapa menteri yang awalnya akan terkena reshuffle, kini posisinya menjadi aman dan kemungkinan besar tidak akan diganti. Penyebabnya, Presiden berubah pikiran karena beberapa pertimbangan.

(Baca: Sinyal Reshuffle Menguat, PDIP "Incar" Kursi Menteri BUMN)

“Ada beberapa menteri yang posisinya menjadi aman, antara lain di bidang ekonomi,” kata sumber tersebut, Jumat pekan lalu (4/8). Hal itu didasari oleh membaiknya sejumlah indikator perekonomian di dalam negeri, antara lain pertumbuhan ekonomi yang ditaksir di atas 5%, stabilnya nilai tukar rupiah, dan kenaikan peringkat kredit Indonesia ke level layak investasi (investment grade).

Selain itu, Presiden secara terbuka juga memuji kinerja para menteri yang mampu menjaga harga bahan pangan selama Ramadan dan menjelang Lebaran pada Juni lalu. Alhasil, laju inflasi bisa dikendalikan di kisaran 3%. “Para menteri (ekonomi) diminta mempertahankan kinerja itu,” kata sumber tersebut.

(Baca: Muliaman, Yahya Staquf, Moeldoko Disebut Bakal Masuk Kabinet)

Padahal, sebelumnya perombakan kabinet jilid IV itu dikabarkan juga menyasar sejumlah jabatan strategis di tim ekonomi, bahkan pucuk pimpinan di Kementerian Koordinator Perekonomian yang kini dijabat oleh Darmin Nasution. Sejumlah usulan nama muncul untuk mengisi posisi itu.

Nama yang santer disebut-sebut adalah Luhut B. Pandjaitan yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Opsi lainnya adalah merotasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi Menko Perekonomian.

Pos di bidang ekonomi yang juga dikabarkan terkena reshuffle adalah Menteri BUMN. Informasinya, Rini Soemarno akan digeser ke pos lain yaitu Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Alasannya, hubungan Rini dengan partai utama pendukung pemerintah yaitu PDI Perjuangan, tidak harmonis.

Calon kuat pengganti Rini adalah Ignasius Jonan, yang kini menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Alhasil, kursi yang ditinggalkan Jonan akan ditempati Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Selain itu, beredar juga dua nama menteri yang akan digeser untuk menduduki kursi Menteri BUMN. Mereka adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi yang juga politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Eko Putro Sandjojo.

Namun, kabar terakhir, Rini akan tetap bertahan di kursi Menteri BUMN. “Posisi Rini ternyata cukup kuat dan sepertinya tidak akan digeser,” kata sumber tersebut. Hingga kini, Rini enggan menganggapi perihal kabar mengenai perombakan kabinet.

Sedangkan pihak Istana juga masih irit mengomentari kabar reshuffle. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki pernah mengatakan, jika ada reshuffle kabinet maka setiap pembantu presiden harus siap diganti posisinya. Namun, dia mengaku hingga kini tak ada pembicaraan dengan Presiden terkait hal tersebut.