Kementerian BUMN Kaji Perubahan Standar Akuntansi Pertamina

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Miftah Ardhian
8/7/2017, 10.00 WIB

Pertamina memang sedang mengalami kendala keuangan dalam menggarap proyek kilang minyak. Salah satu penyebabnya adalah kewajiban membeli seluruh produk hasil olahan kilang. Jika Pertamina membeli seluruh produk hasil olahan kilang minyak, maka beban utang yang dimiliki mitranya juga akan tercatat dalam laporan keuangan. Ini tentu akan menjadi masalah dan menghambat Pertamina saat akan mencari pendanaan.

Alhasil Pertamina meminta mitranya, seperti Saudi Aramco di Kilang Cilacap dan Rosneft di Kilang Tuban untuk ikut menyerap produk hasil olahan kilang. Selain itu juga perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki negara ini juga berencana mengatur ulang jadwal pembangunan kilang.

(Baca: (Baca: Rosneft dan Aramco Diminta Serap Hasil Kilang Tuban dan Cilacap)

Usulan ini pertama kali disuarakan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. Dirinya mengatakan sudah menyampaikan kendala keuangan yang dialami perusahaan pelat merah itu dalam menyelesaikan proyek kilang kepada Presiden Jokowi. Hasilnya, Presiden menyarankan agar Pertamina mengubah sistem akuntansi yang selama ini mereka pakai yakni ISAK 8.

Langkah ini pun pernah diterapkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN). "Presiden bilang, tolong diselesaikan dengan 'cara PLN'," kata Arcandra pertengahan Juni lalu.

Halaman: