PT Pertamina (Persero) akan segera menyelesaikan proses lelang melalui skema beauty contest untuk memilih perusahaan pemilik kilang yang akan disewanya. Kilang itu untuk mengolah minyak mentah dari Basrah, Irak. Alhasil, pemenang lelang dapat diputuskan pada Mei mendatang.

Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba mengatakan, Pertamina telah mengirimkan format syarat dan ketentuan beauty contest kepada perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi yang memiliki fasilitas pengolahan minyak mentah. Ia pun berharap, sudah banyak penawaran yang masuk dalam bulan ini sehingga pemenangnya bisa segera diputuskan.

"Kalau mau (minyaknya) diolah Juli, maka Mei akan harus kami putuskan," ujar Daniel saat konferensi pers mengenai perkembangan ISC di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (7/4). (Baca: Tender Pengolahan Minyak dari Irak Dibuka April)

Pertamina menggelar tender tersebut karena kilang yang dimilikinya belum bisa mengolah minyak jenis sour atau ringan asal Irak tersebut. Jadi, pemenang tender akan memperoleh kontrak selama enam bulan, yakni Juli hingga Desember 2017. Kerja samanya menggunakan skema crude processing deal (CPD). Jadi, produk minyak yang dihasilkan bisa dibawa ke Indonesia. 

Menurut Daniel, langkah tersebut seperti kerja sama penyewaan kilang milik Shell oleh Pertamina. Hasil dari pengolahan kilang ini dapat berupa bahan bakar minyak dengan RON 88 atau biasa disebut Premium, atau Pertamax, dan bahkan Avtur yang bisa dibawa langsung ke Indonesia.

(Baca: Impor Minyak Mentah dari Iran Tunggu Hasil Uji Coba)

Ia menjelaskan, jatah minyak mentah dari Lapangan West Qurna 1, Basrah, ini sekitar 7 juta barel per tahun. Lantaran punya kepemilikan saham di ladang minyak tersebut, Pertamina memiliki jatah minyak sebesar 3 juta barel. Sementara, sisanya 4 juta barel, Pertamina melakukan pembelian.

Sekadar informasi, Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Internasional Eskplorasi dan Produksi (PIEP), memiliki hak kelola 10 persen di lapangan migas Basrah itu. Sementara operatornya adalah ExxonMobil. Cadangan minyak di lapangan tersebut setara lima kali cadangan terambil di Indonesia atau sebesar 16 miliar barel minyak.

Sebelumnya, untuk mengolah minyak itu, Pertamina melakukan kerja sama dengan kilang minyak milik Shell Internasional Eastern Trading Company (SIETCO) di Singapura. Namun kontrak kerjasamanya telah berakhir pada Desember 2016. (Baca: Pekan Depan, Pertamina Uji Coba Minyak Asal Iran di Kilang Cilacap)

Selama kerja sama dengan kilang minyak milik Shell ini, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) turun menjadi 35 persen dari konsumsi nasional. Impor Premium yang tadinya mencapai 9 juta barel per bulan, pada 2016 turun menjadi enam juta barel per bulan.

Menurut Daniel, pihaknya tidak memperpanjang kerja sama ini untuk mencari perusahaan yang bisa menawarkan lebih efisien dalam pengolahan minyak tersebut. "Siapa tahu yang lain ada yang lebih bagus lagi," kata dia.