PT Pertamina (Persero) belum tentu terpilih sebagai badan penyangga gas. Meskipun Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mendaulat Pertamina sebagai induk usaha atau holding BUMN sektor minyak dan gas bumi (migas), yang menaungi perusahaan pelat merah gas seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pembentukan induk usaha dan badan penyangga gas merupakan dua hal yang berbeda. Pembentukan induk usaha BUMN merupakan kewenangan Kementerian BUMN, sementara badan penyangga gas adalah kewenangan dari Kementerian ESDM. “Apakah holding itu menjadi badan penyangga, bisa kita lihat setelah prosesnya berjalan,” kata dia saat berbincang dengan wartawan, akhir pekan lalu. (Baca: ESDM Usul Pembentukan Badan Penyangga Setelah Sinergi PGN-Pertagas)
Di sisi lain, Sudirman menyambut baik adanya rencana pembentukan induk usaha BUMN sektor migas. Sebab, bakal mempermudah BUMN energi mendapatkan modal untuk mengembangkan usahanya. Apalagi, kebutuhan dana untuk investasi di sektor energi sangat besar. Pertamina juga layak menjadi induk usaha karena ukuran perusahaannya lebih besar dibandingkan PGN.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyerahkan keputusan mengenai badan penyangga gas kepada pemerintah. Saat ini Pertamina masih terus menjalin komunikasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM guna membahas masalah tersebut. “Karena sudah masuk dalam proses pengurusan holding BUMN, kami menyesuaikan dan mengikuti arahan nanti dari Kementerian BUMN,” kata dia kepada Katadata, Senin (25/4).
Saat ini, pemerintah memang menyiapkan aturan mengenai pembentukan badan penyangga gas. Adapun tujuan pembentukan badan penyangga itu antara lain untuk menentukan harga jual gas dan mengatur pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri. Badan penyangga akan membaurkan harga gas yang mahal dengan yang murah, sehingga ada keseragaman harga yang pas seluruh Indonesia. (Baca: Syarat Menjadi Badan Penyangga Gas Harus BUMN)
Di sisi lain, pemerintah memang berencana menjadikan Pertamina sebagai holding BUMN energi dan PGN sebagai anak usahanya. Skemanya menggunakan inbreng, yakni saham pemerintah yang ada di PGN akan diserahkan kepada Pertamina. Sementara anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor gas, yakni Pertagas, akan diakuisisi terlebih dahulu oleh PGN.
Dengan mengakuisisi PGN, Wianda mengatakan aset Pertamina bisa terdongkrak. Wianda memperkirakan aset Pertamina pasca mengakuisisi PGN bakal bertambah sebesar US$ 7,5 miliar (sekitar Rp 100 triliun) dari total aset sekarang US$ 45,5 miliar. (Baca: Akuisisi PGN, Aset Pertamina Akan Bertambah Rp 100 Triliun)
Sedangkan setelah bergabungnya PGN dan Pertagas diharapkan tidak akan ada lagi tumpang tindih dalam perencanaan infrastruktur gas. Hal ini dapat memacu pembangunan infrastruktur gas menjadi lebih cepat. Sehingga akses masyarakat untuk memperoleh gas jadi lebih mudah dan harganya pun bisa lebih murah. Biaya operasi gas akan semakin efisien dengan adanya holding ini