Jika Shell Hengkang, Pengembangan Blok Masela Butuh Restu ESDM Lagi

Katadata/Ratna Iskana
Ilustrasi, dua orang berbincang di booth Inpex Corporation dalam acaraIPA Convex 2019 di Jakarta. Pengembangan Blok Masela dinilai bakal makin sulit dengan keluarnya Shell dari proyek tersebut.
6/7/2020, 15.12 WIB

Ia menilai, mundurnya Shell dalam pengembangan Blok Masela akan berdampak besar terhadap perkembangan penyelesaian proyek. Hal serupa juga diungkapkan oleh Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto.

Pri mengatakan rencana Shell keluar dari Blok Masela bakal menambah kompleksitas pengembangan blok migas tersebut. Apalagi Inpex belum mendapatkan pembeli gas Blok Masela.

"Siapa pembeli gas dari hasil produksi Blok Masela ini juga belum jelas," ujar Pri.

Selain itu, Pri menilai, kondisi pasar LNG global dalam lima tahun ke depan bakal over supply. Di sisi lain, penyerapan gas diproyeksi rendah. Sehingga biaya dan keekonomian untuk mengembangkan Blok Masela sulit dicapai.

Sebelumnya, Julius menyebut tingkat keekonomian Blok Masela bakal dicapai jika harga minyak US$ 60 per barel. Padahal, harga minyak saat ini hanya berkisar US$ 40 per barel. Oleh karena itu, Inpex dan SKK Migas tengah mengkaji ulang jadwal produksi Blok Masela. 

Di sisi lain, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut harga LNG yang rendah membuat kontraktor kontrak kerja sama ragu untuk melanjutkan pengembangan blok migas di Indonesia. Salah satunya kontraktor Blok Masela, Inpex Corporation dan Shell Upstream Overseas Ltd.

"Saat ini harga LNG US$ 2,2 per MMBTU. Ini yang membuat ketakutan project owner seperti Abadi Masela untuk mengeksekusi proyek ke depan," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam diskusi virtual pada Kamis (2/7).

(Baca: Harga Minyak Rendah, SKK Migas Kaji Ulang Jadwal Produksi Blok Masela)

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan