Kemenkes Pakai Data Pilkada dan Pemilu untuk Vaksinasi Covid-19

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.
Petugas memasukkan vaksin COVID-19 Sinovac ke dalam lemari pendingin saat tiba di gudang farmasi Dinas Kesehatan Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (25/1/2021) malam. Dinas Kesehatan daerah setempat menerima sebanyak 3.680 dosis vaksin tahap pertama untuk tenaga kesehatan.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
26/1/2021, 12.34 WIB

Tito juga meminta pemerintah daerah untuk melakukan pendataan dan inventarisasi data penerima vaksin yang akan mendapatkan skala prioritas. Hal ini sehubungan dengan jumlah dosis vaksin yang masih terbatas dan belum bisa memenuhi kebutuhan seluruh populasi di daerah.

“Terutama fasilitas untuk penyuntikan penyimpanan yang tiap-tiap daerah berbeda dari daerah satu dengan yang lainnya, ada yang pulau, pantai, di hulu, di pedalaman," tuturnya.

Databoks berikut menggambarkan cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia: 

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Karya Sumadi mengeluhkan kurangnya data Kementerian Kesehatan kacau. "Udah kapok. Saya tidak mau lagi pakai data Kementerian Kesehatan," kata Budi pada webinar Piliran Rakyat Media Network Suara Cimahi (PRMN SuCi), Rabu (20/1).

Semula, data Kemenkes menyebutkan vaksinasi Covid-19 secara nasional bisa dilakukan oleh rumah sakit pemerintah dan puskesmas. Dengan demikian, program vaksinasi tidak perlu melibatkan pemda dan rumah sakit swasta.

Namun, ternyata fasilitas Kesehatan milik pemerintah terbatas. Dengan kondisi tersebut, ia memperkirakan vaksinasi secara nasional baru selesai selama 3.000 hari atau 8 tahun.

Untuk mengatasi hal tersebut, Budi akan menggunakan data KPU lantaran Pilkada baru digelar pada tahun lalu. Oleh karenanya, data KPU dinilai paling baru. "Jadi aku ambil basis data KPU untuk rakyat di atas 17 tahun," kata Budi.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika