DPR dan BPN Sepakat Tunda Sertifikat Tanah Elektronik, Mengapa?

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil (tengah) mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/3/2021).
Penulis: Yuliawati
23/3/2021, 16.43 WIB

Komisi II DPR dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sepakat menunda penerapan kebijakan sertifikat tanah elektronik. Sertifikat tanah elektronik dapat dipertimbangkan kembali setelah evaluasi yang dilakukan pemerintah.

"Komisi II DPR dan Menteri ATR/BPN sepakat menunda pemberlakuan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik dan segera melakukan evaluasi dan revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di tengah masyarakat," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dalam rapat kerja yang disiarkan virtual pada Selasa (23/3).

Dalam rapat itu, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan kebijakan sertifikasi tanah elektronik saat ini masih dalam tahap uji coba dan belum berlaku bagi masyarakat luas. Dia menyebut Peraturan Menteri tentang Sertifikat Elektronik yang berlaku sejak 12 Januari 2021 tersebut merupakan bagian dari uji coba.

"Peraturan diperlukan untuk diuji coba di Jakarta, Surabaya, dan beberapa kantor pertanahan lainnya," kata Sofyan.

Sofyan mengatakan bahwa sasaran awal dalam uji coba tersebut yakni bangunan milik negara dan aset-aset perusahaan besar yang sertifikatnya dialihkan dari dokumen fisik menjadi dokumen elektronik. Dalam tahap uji coba ini kementerian terus mengevaluasi keamanan dokumen sertifikat elektronik dengan menggunakan standar internasional.

"Untuk masyarakat luas, belum, atau sampai masyarakat yakin sertifikat elektronik mudah dan dapat diakses serta dapat dipertanggungjawabkan," kata dia.

Sofyan mengatakan bahwa aspek keamanan dan keselamatan dokumen elektronik menjadi pertimbangan utama dari kebijakan sertifikat elektronik tersebut. Pemerintah pun perlu membangun kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dokumen elektronik.

Penggunaan dokumen elektronik juga tidak akan diikuti dengan penarikan sertifikat fisik. Menurut dia, sertifikat fisik yang sudah ada akan dicap oleh BPN yang menerangkan bahwa sertifikat tersebut sudah dialihmediakan menjadi sertifikat elektronik.

Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro memaparkan perlu ada kejelasan tentang beberapa hal sebelum penerapan sertifikat tanah elektronik. Dia menyoroti sertifikat tanah sangat erat kaitannya dengan kesejarahan dan asal muasal tanah, apakah dari tanah adat, perseorangan, maupun turun temurun dari leluhur.

Agung menyampaikan potensi kemungkinan terkikisnya aspek kesejarahan tanah dengan program digitalisasi. Dia juga menilai masyarakat saat ini khawatir dengan isu-isu yang beredar terkait sertifikat lama yang akan ditarik pemerintah.



Selain menunda pemberlakuan sertifikat elektronik, rapat kerja hari ini meminta Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi dan menyelesaikan kasus tumpang tindih Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pengelolaan terutama dengan hak rakyat atas tanah.

Komisi II juga akan membentuk beberapa Panitia Kerja untuk mendorong penyelesaian masalah atas persoalan sengketa tanah, mafia pertanahan dan permasalahan penataan ruang di seluruh Indonesia.

Reporter: Antara