B20 Summit: Indonesia Butuh Rp 773 Triliun Bangun 22 GW EBT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif mengatakan Indonesia membutuhkan dana US$ 50 miliar atau sekitar Rp 773 triliun untuk membangun 22 GW energi baru terbarukan. Hal ini dilakukan untuk mempercepat bauran energi dan mencapai net zero emission.
“Untuk mempercepat bauran energi dalam sistem dalam waktu berikutnya, yaitu dalam 10 tahun ini, kami berencana untuk membangun 22 GW energi terbarukan di sistem kami,” kata Arifin Tasrif dalam rangkaian acara B20 Indonesia Summit, Minggu (13/11).
Menurut Arifin pembangunan 22 GW energi terbarukan ini menjadi peluang baru bagi komunitas bisnis untuk datang berinvestasi. Sedangkan untuk jangka panjang bisa dilakukan dengan membangun transmisi.
Lebih jauh Arifin mengatakan, Indonesia adalah negara archipelago terbesar di dunia yang harus terhubung dengan energi. Sementara, Indonesia memiliki energi itu sendiri.
“Kita harus memanfaatkan sumber sendiri dan harus bersekutu dengan semua pelaku bisnis,” ujar Arifin lagi.
Untuk mempercepat proses transisi ia menyebut perlu dukungan dari berbagai pihak. Sebagai contoh, pemerintah akan menyiapkan kebijakan yang baik untuk menarik agar lebih banyak investasi ke Indonesia. Menurut Arifin, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah ketersediaan industri yang mendukung teknologi, dan ketersediaan finansial.
“Kami juga memiliki beberapa mineral lainnya, misalnya yang dapat mendukung proses transisi itu sendiri. Kami dapat berbagi tentu saja, tetapi kali ini, kami akan meminta kerjasama korporasi antara bisnis dengan sektor,” kata Arifin.
Arifin mengungkapkan bahwa pertemuan menteri menyetujui sembilan prinsip dasar proses transisi. Prinsip tersebut berisi tentang bagaimana memastikan proses transisi melakukan efisiensi energi, peran energi terbarukan, peran ketersediaan keuangan teknologi, serta penelitian dan pengembangan.
“Anggota G20 sudah menetapkan target mereka untuk mencapai net zero emission. Jadi tahun ini akan membuat lebih banyak setiap tahun. Inilah yang kami sebut sebagai permintaan, permintaan yang sangat besar,” ujar Arifin lagi.
Ia menjelaskan bahwa pencapaian target tersebut tidak akan berhasil tanpa dukungan pihak lain. Dibutuhkan partisipasi komunitas bisnis untuk memberikan dukungan finansial dan teknologi. Saat ini baru 50 persen dari teknologi yang tersedia untuk digunakan.
Arifin mengatakan bahwa untuk melakukan transisi itu perlu menggunakan anggaran sekitar US$ 131 triliun secara global. Sehingga, jumlah anggaran tersebut harus dikumpulkan bersama di antara sumber daya keuangan, situasi keuangan dan kemudian harus didistribusikan ke semua negara terutama negara berkembang dan negara kurang berkembang.
Menurut Arifin, salah satu yang menjadi hambatan untuk mencapai pengembangan adalah ketersediaan sumber daya yang kurang. Meski begitu, ia mengatakan ada lapisan dan program jelas. Dia menilai Indonesia beruntung karena diberkahi dengan berbagai macam sumber energi.
“Kami berencana untuk membangun kapasitas listrik kami 500 GW pada tahun 2060. Kami memiliki potensi beberapa ribu potensi terbarukan,” ujarn Arifin.
Arifin berharap hal ini dapat membantu negara untuk menciptakan lebih banyak pekerjaan dan kemudian membagikan produk ini untuk Pasar Global.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.