Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial, Sunarto mengaku tidak bisa memberantas makelar kasus dalam instansinya. Menurut Sunarto cara yang bisa dilakukan adalah meminimalisir pergerakan dari makelar kasus tersebut.
"Menghilangkan markus (makelar kasus)? mohon maaf saya angkat tangan, enggak bisa. Tetapi meminimalisir markus, insyaAllah kita akan lakukan. Mengurangi, ruang geraknya kita bisa lakukan. Tetapi menghilangkan, kita sama sekali enggak, susah," kata Sunarto di Gedung MA, Jumat (9/12).
Ia mengatakan, upaya meminimalisir pergerakan makelar kasus tersebut salah satunya dengan memperketat proses seleksi aparatur MA. Menurut Sunarto MA akan menelusuri rekam jejak setiap hakim yang masuk ke MA. Selain itu, MA juga meminta aparatur di instansinya membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Kami juga minta hakim tingkat pertama, banding, maupun hakim agung, pejabat di MA, itu harus membuat LHKPN. Itu kami analisis, yang analisis adalah KPK," kata Sunarto.
Lebih jauh, ia mengatakan MA juga menganalisis dari penampilan, dan disesuaikan dengan pendapatan aparatur. Para hakim akan dilihat apakah menerapkan gaya hidup sederhana atau konsumtif. Bila terdeteksi konsumtif maka akan dilakukan audit hingga ke rumah hakim yang bersangkutan.
Sebelumnya survei Indeks Integritas Nasional yang diadakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan 17,28 persen aparatur MA dan badan peradilan berpotensi menimbulkan masalah seperti korupsi. Menurut Sunarto temuan itu menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan MA.
"Dari hasil survei itu Mahkamah Agung mendapatkan hasil 82,72 persen. Jadi kesimpulan kami, terutama saya pribadi ada 17,28 persen aparatur MA berpotensi menimbulkan masalah," kata dia.
Sunarto mengakui angka survei baru menunjukkan potensi. Namun menurut dia, perlu ada antisipasi agar tidak terjadi penyimpangan. Apalagi, sesuai dengan cetak biru yang disusun lembaga tersebut, MA ingin mewujudkan badan peradilan yang berwibawa.