Tren Media Sosial Ungkap Polarisasi Berpotensi Terulang di Pemilu 2024

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sesi foto Jajaran ketua partai politik usai penggumuman nomor urut partai politik (parpol) di kantor KPU, Jakarta, Rabu (14/12).
17/12/2022, 16.06 WIB

"Proses reformasi yang kita jalankan menunjukkan bahwa semakin demokratis sebuah bangsa, semakin besar tantangan yang dihadapi, bukannya mengecil," ungkapnya pada kesempatan yang sama.

Ia juga menungkapkan bagaimana perkembangan politik dan sosial Indonesia saat ini membuat publik mudah merasakan frustrasi atau kesal, apalagi di tengah maraknya komentar mengenai stagnasi demokrasi dan kemunduran. "Namun sentimen ini janganlah menjadikan kita mundur atau menyerah."

Endy berharap kondisi ini menjadi cambukan semangat bagi masyarakat, terutama yang bergerak di dunia Civil Society, untuk semakin memperkuat usaha dan perjuangan membangun masyarakat yang terbuka dan demokratis, dengan berkhidmat kepada pluralisme, kesetaraan, dan keadilan.

Lima Isu Krusial dalam Indeks Kerawanan Pemilu 2024

Terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebelumnya meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024. Laporan ini memetakan potensi kerawanan pemilu di seluruh wilayah Indonesia.

IKP menjadi landasan untuk membuat program pencegahan dan pengawasan tahapan Pemilu 2024. Selain itu, IKP juga menjadi upaya Bawaslu dalam memproyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran.

“Kami harap semua daerah tetap kondusif. Tidak terjadi hal-hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilu yang demokratis,” ucap Anggota Bawaslu Lolly Suhenty dalam peluncurkan IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, di Jakarta, Jumat, (16/12).

Menurutnya, terdapat lima isu strategis yang terungkap dalam IKP 2024. Polarisasi masyarakat terkait dukungan politik, menjadi salah satu perhatian untuk menjaga suasana dan proses Pemilu 2024 berjalan kondusif.

Selain itu, terkait netralitas penyelenggara pemilu. Kemudian, pelaksanaan tahapan pemilu di Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.

Selanjutnya, persoalan mitigasi dampak penggunaan media sosial karena intensitas penggunaannya yang terus meningkat, sehingga membutuhkan langkah mitigasi khusus dari penyelenggara pemilu untuk mengantisipasinya dalam dinamika politik ke depan.

Terakhir, persoalan pemenuhan hak memilih dan dipilih, terutama hak politik dan pelayanan penuh terhadap perempuan dan kelompok rentan.

Halaman: