Buruh Tuntut Sembilan Poin yang Perlu Direvisi dalam Perppu Ciptaker
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, Said Iqbal, mengatakan bahwa buruh menuntut sembilan poin penting yang perlu direvisi pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker.
"Sikap serikat pekerja pada pasal tersebut menyatakan bahwa pasal itu harus dicabut dan diperbaiki sehingga ada peluang untuk memperbaiki pasal-pasal lain yang diminta dan diusulkan oleh serikat buruh kepada pemerintah," ujar Said dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/1).
Said mengatakan, KSPI sudah berdiskusi dengan Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia untuk mencapai kesepahaman berupa sembilan poin penting yang harus diimplementasikan dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu.
Adapun sembilan poin tersebut adalah:
1. Upah minimum
2. Outsourcing atau tenaga ahli daya
3. Pesangon. Berikut rincian pesangon seperti tertera dalam grafik.
4. Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK yang tidak dipermudah
5. Karyawan kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu atau PKWT, dan
6. Pengaturan jam kerja
7. Pengaturan cuti, termasuk cuti melahirkan atau datang bulan yang tidak dijamin dalam Perppu Ciptaker.
8. tenaga kerja asing atau TKA
9. sanksi pidana yang dihapuskan
Kegentingan Memaksa
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan hadirnya Perppu karena alasan mendesak.
Ia mengklaim Perppu ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang menyebut bahwa pengganti undang-undang dapat lahir dalam kondisi kegentingan memaksa tapi belum ada peraturan sehingga terjadi kekosongan hukum.
“Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” ujar Mahfud, Jumat (30/12).
Sebelumnya, MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 91 Tahun 2020 pada 25 November 2021 yang menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Beleid yang mengubah banyak undang-undang dalam sekali waktu atau disebut omnibus law itu disebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Perbaikan mesti dilakukan dalam kurun dua tahun sejak putusan diucapkan.
"Oleh sebab itu, langkah strategis diperlukan. Dan untuk memenuhi syarat langkah strategis bisa dilakukan maka Perppu ini harus dikeluarkan terlebih dahulu. Itu sebabnya hari ini, 30 Desember 2022, Presiden menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja," kata Mahfud.