Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan partainya dapat memahami urgensi di balik diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Penerbitan Perppu dinilai sebagai langkah antisipasi yang dikeluarkan pemerintah di tengah berbagai krisis.
"PDIP bisa memahami terhadap sense of urgensi dari penerbitan dari Perppu tersebut," kata Hasto, di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/1).
Hasto mengatakan, Presiden Joko Widodo saat ini bertanggung jawab terhadap 270 juta rakyat Indonesia di tengah kondisi situasi global yang tak pasti. Sejumlah negara saat ini terancam mengalami krisis ekonomi hingga krisis energi.
Menurut Hasto berbagai tantangan yang dihadapi perlu mendapat antisipasi dari pemerintah. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Perppu. Meski begitu, PDIP kata Hasto tetap akan memberikan catatan kritis terhadap kinerja pemerintah.
"PDIP sebagai parpol pengusung pemerintah tentunya memberikan catatan-catatan kritis atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah, kami bukan hanya sekadar bersikap yes atas seluruh kebijakan," kata Hasto. .
Selain itu, Hasto juga mengatakan pihaknya berharap implementasi dari Perppu nantinya akan menjadi fungsi pengawasan dari Fraksi PDIP DPR RI. Ia tidak memerinci catatan kritis apa yang sudah dan akan dilayangkan kepada pemerintah terkait kinerja dan Perppu.
Sebelumnya, Jokowib telah telah menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Perppu diundangkan pada hari yang sama diumumkan.
Secara keseluruhan Perppu Cipta Kerja itu terdiri dari 186 pasal yang tertuang dalam 737 halaman. Sedangkan penjelasan tertuang dalam 380 halaman dengan total keseluruhan 1.117 halaman. Perppu mendapat kritik dari sejumlah kelompok tidak hanya dari urgensi tetapi juga isi.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan penerbitan Perppu merupakan tindakan melangkahi UUD oleh presiden, YLBHI menilai tidak ada unsur kemendesakan yang membuat Perppu harus diterbitkan. Ketimbang mengeluarkan Perppu, ia menyebut pemerintah bisa menyusun kembali UU dengan pelibatan publik dalam proses penyusunan.