Rapat dengan Mahfud, DPR Buka Opsi Hak Interpelasi Transaksi Rp 349 T

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto (kiri) menjabat tangan Menkopolhukam Mahfud MD (kanan) sebelum rapat kerja di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
29/3/2023, 08.06 WIB

Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat hari ini menjadwalkan rapat dengar pendapat dengan Komite Tindak Pidana Pencucian Uang. Rapat mengundang Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Komite TPPU dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana selaku Sekretaris Komite TPPU.

Ketua Komisi Hukum Bambang Wuryanto mengatakan, rapat akan dimulai pukul 15.00 WIB. Adapun agenda utama rapat adalah meminta penjelasan Mahfud soal adanya dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.

"Sambil ngabuburit toh? Ngabuburit untuk sampai buka puasa nanti. Itu akan men-clear-kan angka Rp 349 triliun transaksi tersebut," kata Bambang seperti dikutip dari Antara, Rabu (29/3). 

Menurut Bambang setelah rapat dengan Mahfud, Komisi Hukum baru akan mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai anggota Komite TPPU. Sri Mulyani seharusnya juga turut diundang pada rapat hari ini. Namun, karena Menkeu berhalangan hadir, komisi akan mengagendakan pertemuan pada rapat selanjutnya. 

Bambang mengatakan, rapat dengar pendapat dengan Mahfud hari ini akan sangat berguna untuk meluruskan adanya polemik ihwal adanya temuan transaksi mencurigakan oleh PPATK yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan. Transaksi itu disebut berjumlah hingga Rp 349 Triliun dan telah berlangsung sejak 2009 hingga 2023.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menilai Mahfud perlu menjelaskan duduk perkara temuan transaksi mencurigakan yang bernilai jumbo itu agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. Apalagi dia menyebut pernyataan Mahfud tersebut telah menjadi perhatian luas masyarakat. 

Gunakan Hak Interpelasi

Lebih jauh Bambang menyebut, rapat dengar pendapat yang akan digelar bisa saja berkembang bila DPR merasa tidak mendapat penjelasan yang utuh dari Mahfud. Dia menyebut DPR dapat menggunakan hak khusus yang dimiliki parlemen untuk membuat dugaan transaksi mencurigakan itu terang. 

"Misalnya, hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, oke? Bisa kami tingkatkan hal itu. Maka besok kami lihat clear-nya supaya besok, supaya teman-teman tidak banyak tanda tanya," ujar Bambang. 

Dalam menjalankan tugasnya, DPR memang memiliki sejumlah hak istimewa di antaranya hak interpelasi dan hak angket. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta penjelasan pada pemerintah mengenai kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas pada masyarakat. Sedangkan hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan atas kebijakan yang dibuat pemerintah. 

Selain dapat menggunakan hak istimewa, Bambang juga menjelaskan Komisi Hukum DPR bisa saja menggelar rapat lanjutan dengan memanggil pihak-pihak terkait lainnya. Rapat bertujuan untuk mendapatkan kejelasan terkait dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu.

Sebelumnya, Mahfud MD telah menyatakan kesediaan untuk hadir dalam rapat dengar pendapat dengan DPR. Mahfud menyebut akan membuka seluruh data berkaitan dengan adanya transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 triliun. 

"Pokoknya, saya Rabu (29/3) datang, nanti yang ngomong-ngomong keras supaya datang juga," kata Mahfud di Jakarta, Sabtu (25/3).

Pada Selasa (21/3), Komisi III DPR telah menggelar RDP dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Dalam rapat itu Ivan telah memberi penjelasan temuan PPATK dan tindak lanjut yang telah dilakukan. Ivan menyebut telah menyampaikan laporan kepada Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum. 

Reporter: Antara