Mengurai PKPU 10/2023: Jalan Pelik Afirmasi Perempuan Menuju Parlemen

ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.
Sejumlah pengunjuk rasa dari Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuani membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Senin (8/4/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
9/5/2023, 05.50 WIB

Keterwakilan perempuan di parlemen pada periode 2024-2029  mengalami tantangan besar. Belum lagi pemilu dimulai, para calon legislatif perempuan sudah harus terpangkas kuotanya. Padahal Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 sudah susah payah memastikan sedikitnya parlemen diisi oleh 30 persen dari kelompok perempuan. 

Musabab terancamnya kuota perempuan di parlemen lahir setelah Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2023. Aturan ini ditandatangani oleh Ketua Komisi Hasyim Asy’ari pada 18 April lalu. 

"Aturan KPU itu tidak sejalan dengan semangat para perempuan yang hingga saat ini berupaya untuk meningkatkan keterwakilan di parlemen," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat seperti dikutip Senin (8/5). 

Lebih spesifik, soal terpangkasnya keterwakilan perempuan seperti yang disebut Lestari terdapat dalam pasal 8 ayat 2. Dalam pasal itu disebutkan bahwa terdapat pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan.

Pemenuhan keterwakilan 30 persen perempuan dianggap semakin riskan lantaran ada potensi tidak semua partai politik menyerahkan daftar bakal calon legislatif (bacaleg) dalam jumlah maksimal kursi yang dimungkinkan di tiap dapil. Sebagai contoh untuk jumlah kursi 10, partai politik bisa saja mencalonkan 8 orang sehingga mengurangi kuota perempuan yang diajukan.  

Dengan konsep pembulatan ke bawah maka pada dapil yang memberlakukan 8 caleg nilai 30 persen dari jumlah tersebut adalah 2,4. Dengan begitu hanya akan ada dua calon legislatif perempuan yang diajukan. 

Menurut Lestari keberadaan pasal 8 menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan di parlemen oleh penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan. Karenanya, Lestari khawatir upaya sejumlah pihak untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen akan kendur. 

 "Apalagi, upaya pengkaderan dan mencari calon anggota legislatif perempuan hingga saat ini menghadapi berbagai kendala dan terbilang sulit," kata dia.

Keberpihakan pada Perempuan

Potensi berkurangnya kuota perempuan di parlemen mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Pada Senin (8/5) koalisi masyarakat yang tergabung dalam  Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendatangi Badan Pengawas Pemilu. Mereka mendesak Bawaslu akan mendorong KPU merevisi peraturan yang dinilai sesat itu. 

Salah seorang perwakilan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan Ida Budiarti mengatakan PKPU Nomor 10 tahun 2023 yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

"Ini berdampak pada hak politik perempuan. Karena kami melihat regulasi ini berdampak hilangnya hak politik perempuan," kata Ida. 

Menurut Ida, Koalisi sengaja datang ke Bawaslu karena menilai lembaga itu memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan. Bawaslu juga dinilai memiliki kewenangan dalam melakukan penindakan untuk mengingatkan KPU terkait peraturan yang dinilai  telah menghilangkan hak politik perempuan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 bisa mengurangi keterwakilan perempuan di parlemen berdampak pada 38 daerah pemilihan (dapil). Menurut dia, secara matematis, dapil yang terdampak adalah dapil dengan jumlah kursi 4, 7, 8, dan 11.  

Dengan kalkulasi pembulatan ke bawah, ia menyebut akan ada 38 daerah pemilihan yang terdampak. Jumlah ini setara dengan 45 persen dari total 84 dapil DPR RI yang tersebar di seluruh wilayah dan memiliki alokasi 580 kursi di Senayan.

"Ini tentu sangat mengecewakan karena ini perjuangan yang sudah cukup panjang dilakukan," tutur Ninis. 

Adapun bunyi Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023 adalah sebagai berikut:

 "Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:

(a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau

(b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Rumusan Matematik 

Menanggapi sorotan publik atas PKPU yang dinilai memangkas hak perempuan, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik mengatakan lahirnya aturan sudah melewati sederetan pertimbangan. Ia menyebut, dalam proses legal drafting, PKPU mengenai tahapan penyelenggaraan pemilu semua telah dikonsultasikan di DPR.

Menurut Idham kesimpulan untuk melakukan pembulatan dua angka desimal di belakang koma mengikuti aturan matematika dasar.

"Di sekolah maupun perkuliahan, ketika dilakukan pembulatan secara matematika murni, maka 0 sampai dengan 4 itu dibulatkan ke bawah, dan 0,5 ataupun lebih it dibulatkan ke atas," kata Idham di Kantor KPU, Senin (8/5).

Lebih jauh, Idham mengatakan pembulatan tersebut telah disepakati oleh Komisi II DPR RI. Bahkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dan Bawaslu menurut Idham juga telah menyetujui aturan itu. 

Di sisi lain, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan, aturan dalam PKPU nomor 10 tahun 2023 tersebut didasari keluhan rekannya di DPR yang memiliki permasalahan pemenuhan kuota. Ia melihat penentuan desimal tidak akan berpengaruh bila partai bisa memenuhi kuota maksimal sesuai daerah pemilihan yang telah ditetapkan. 

"Lebih kepada fakta di lapangan, KPU berharap sesuai dengan metode matematika kalau di atas 0,5, ke atas. 0,5 ke bawah, ke bawah. Setuju dan saya dukung," katanya.

Bawaslu akan Rapat dengan KPU dan DKPP

Komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty mengatakan dari hasil audiensi dengan perwakilan pengadu KPU tersebut, Bawaslu akan melakukan rapat segera dengan KPU dan DKPP. Rapat diperlukan untuk menentukan langkah strategis yang harus diambil. 

"Kami langsung berkoordinasi dengan DKPP supaya nanti dalam waktu yg sesingkat-singkatnya ada tripartit antara Bawaslu, DKPP dan KPU, berkenaan dengan situasi yang telah disampaikan," kata Lolly di kantor Bawaslu, Senin (8/5).

Selain itu, Lolly juga mengatakan Bawaslu berharap jika ada perbaikan tidak mengganggu tahapan yang telah berjalan. Ia pun mengatakan Bawaslu telah bertemu Ketua DKPP dan telah direspon positif.

"Kita tunggu, mudah-mudahan kalau gak hari ini, besok sudah terjadi pertemuan tripartit," kata Lolly.

Saat ini KPU telah memasuki masa pendaftaran calon legislatif untuk seluruh tingkatan. Pendaftaran akan berlangsung hingga 14 Mei 2023 mendatang. Untuk 1-13 Mei, jam operasional pendaftaran adalah dari pukul 08.00-16.00 waktu setempat. Sedangkan pada 14 Mei, jam operasional pendaftaran dimulai pukul 08.00-23.59 waktu setempat. KPU berharap proses pendaftaran bisa berjalan lancar. 

Reporter: Ade Rosman