Menko Darmin: Data Beras BPS Hilangkan Perdebatan Soal Impor

ANTARA FOTO/Rahmad
Tumpukan beras di Gudang Bulog di Lhokseumawe, Aceh, 31 Januari 2018.
24/10/2018, 19.07 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan data produksi beras versi Badan Pusat Statistik (BPS) akurat. Data tersebut diharapkan bisa mencegah perdebatan panjang seputar kebijakan beras, termasuk perlu tidaknya impor.

"Paling tidak pertengkarannya, perdebatannya bisa hilang sehingga keputusannya (impor atau tidak) itu tidak terlambat. Kemarin ini terlambat," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Rabu (24/10). (Baca juga: Data Produksi Beras Tak Akurat Sejak 1997, Jokowi Kini Andalkan BPS)

Darmin menjelaskan, impor beras pada tahun ini terlambat. Harga beras sudah mulai naik pada November dan Desember tahun lalu. Namun, dalam rapat koordinasi terbatas (Rakortas) pada Januari, Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi panen raya terjadi pada Maret sehingga pasokan beras surplus.

Kenyataannya, pada Maret, posisi stok beras medium dan premiun pada Bulog hanya sebesar 590 ribu ton. Artinya, tidak ada penambahan pasokan beras sesuai proyeksi Kementan. Terlebih lagi, impor sebanyak 500 ribu ton yang direncanakan tiba pada Februari ternyata belum terealisasi. Semestinya, kata dia, impor beras ditambah ketika itu.

Ia pun menekankan, impor beras tidak haram dilakukan. Tujuannya, untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran. "Jadi, impor itu kalau perlu (dilakukan). Sudahlah, impor itu bukan barang haram," ujarnya. (Baca juga: Pelaku Usaha Perberasan Sebut Data Produksi Kementan Overestimasi)

Darmin pun menyinggung soal permasalahan stok beras di Filipina lantaran tidak melakukan impor. Akibatnya, inflasi bulanan Filipina pada Agustus melonjak hingga 6% dari biasanya hanya mencapai 2%. "Panik dia karena cari beras buru-buru di tengah situasi seperti itu," kata dia.

Adapun data produksi beras versi BPS disebut-sebut diperoleh lewat perhitungan yang komprehensif. Secara garis besar, tahapan perhitungan produksi beras dimulai dari perhitungan luas lahan baku sawah nasional, perhitungan luas panen dengan Kerangka Sampel Area (KSA), perhitungan tingkat produktivitas lahan per hektare, serta perhitungan angka konversi dari gabah kering panen (GKP) ke gabah kering giling (GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras.

Berdasarkan perhitungan tersebut, potensi produksi beras pada tahun ini tercatat sebesar 32,42 juta ton, sedangkan angka konsumsi sebesar 29,5 juta ton. Dengan demikian, surplus beras hanya sebesar 2,8 juta ton, lebih kecil dari estimasi Kementan yaitu sebesar 13,03 juta ton. (Baca juga: Metode Baru BPS Ungkap Neraca Beras Kuartal IV Berpotensi Defisit)