Mayoritas konsumen Indonesia memiliki kepercayaan tinggi terhadap produk dalam negeri. Hal ini tercermin dari hasil Survei Katadata Insight Center (KIC) terkait perilaku belanja konsumen Indonesia saat pandemi.
Dari hasil survei, sebanyak 35,3% responden mempertimbangkan dengan asal negara produk, 41,3% terkadang memikirkan asal negara dan 23,5% tidak mempertimbangkan.
Meski demikian, preferensi konsumen terhadap produk merek lokal lebih unggul dibanding merek luar negeri. Hasil survei menunjukkan, 87,2% responden menyatakan lebih suka membeli merek dalam negeri, hanya 12,8% lebih suka produk bermerek dari luar negeri.
Sekitar 88,8% responden juga menyatakan saat ini mereka lebih dominan menggunakan dan mengkonsumsi produk dengan merek dalam negeri. Sedangkan 11,2% responden menyatakan sebaliknya.
Dilihat dari SES (Status Ekonomi dan Sosial), maka responden dari SES A lebih cenderung suka, menggunakan dan mengkonsumsi merek luar dibanding kelompok SES lain.
Responden cenderung memilih produk dalam negeri terutama untuk makanan dan minuman, banking dan keuangan, obat-obatan dan multivitamin, furniture, perawatan diri, baju, perawatan wajah dan sepatu. Sedangkan, responden yang memilih produk luar negeri untuk perangkat gadget dan elektronik.
Dari segi kualitas, banking dan finance dalam negeri lebih dilipih responden dibanding produk luar, diikuti oleh produk furnitur, perawatan diri, makanan minuman, obat-obatan, baju dan kosmetik. Sementara produk sepatu, 57% responden memilih produk lokal dan 47% responden memilih produk luar terutama dari Amerika Serikat (AS), Eropa dan Korea Selatan.
Untuk produk gadget, 75,4% konsumen memilih produk dari luar negeri khususnya Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang sebagai preferensi asal negara. Sementara elektronik, 61,7% konsumen memilih produk luar terutama dari Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan.
"Namun demikian, salama survei kami menemukan masyarakat memiliki kepercayaan tinggi terhadap produk dalam negeri sebesar 93%, sedangkan pada produk luar negeri tingkat kepercayaannya 71,5%," kata Research Manager Katadata Insight Center, Vivie Zabkie dalam paparannya, Senin (26/10).
Dengan temuan ini, brand lokal pun disarankan agar lebih gencar beriklan dan berpromosi agar produknya lebih dikenal masyarakat. Sebab, branding bisa meningkatkan persepsi masyakat terhadap sebuah produk.
Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) maupun pemilik produk lokal bisa memanfaatkan media sosial sebagai saluran pemasaran yang murah meriah. Tak hanya itu, brand lokal dapat memanfaatkan channel e-commerce sebagai media memajang produknya sehingga bisa lebih banyak dilihat dan membuat masyarakat lebih familiar.
Hal lain yang tak kalah penting bagaimana UMKM dan pemilik brand lokal meningkatkan literasi dan memperlajari perilaku konsumen agar lebih menjangkau konsumen dan pasar yang dibidik.
"Membangun persepsi masyarakat terhadap produk seperti yang dilakukan Jepang, bukan hasil kerja semalam. Sama halnya dengan Korea Selatan, mereka riset habis-habisan saat mengembangkan produknya," kata Vivie menambahkan.
Hal senada juga diungkapkan Ikatan Alumni Prasetiya Mulya (Ikaprama) Branding Club, Adrianus Raditya. Menurutnya, saat ini sandungan terbesar dalam pengembangan merek lokal oleh pelaku usaha yakni adanya mindset instan.
Banyak pebisnis pemula memandang produk luar dengan kualitas baik akan cepat laku tanpa melihat berapa lama proses branding itu dibangun, mempelajari pasar kemudian proses eksekusinya.
"Pemain lokal mungkin belum siap maraton, maunya lansung sprint. Jadi, jangan segan beriklan," katanya.
Adrianus menyebut, sekarang saat yang tepat produk lokal mengekspolorasi produknya agar lebih dikenal. Sebab, ada banyak brand lokal yang memiliki kualitas bagus tapi belum banyak dikenal masyakat. Ada pula brand lokal yang dikira sebagai merek luar karena jarang terakspos.
Survei Katadata Insight Center dilakukan pada 13 – 17 Oktober 2020 terhadap 6.697 responden berusia 17-65 tahun yang tersebar di seluruh Indonesia.
Perbandingan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dalam survei ini adalah 42:57. Sementara, dari segi status sosial ekonomi (SES), responden terbanyak berstatus SES D dan E sebanyak 38,8% disusul C sebanyak 36,6%. Sementara SES A sebesar 12,3% dan B 12,4%.
Hasil survei sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang digulirkan Presiden Joko Widodo pada Juni lalu. Tujuan dari gerakan ini agar masyarakat Indonesia membeli produk-produk buatan Indonesia, baik usaha besar atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).