Beda Fintech Lending Resmi dan Pinjaman Online Ilegal

OJK, Katadata/Desy Setyowati
Ilustrasi pinjaman online ilegal dan legal
Penulis: Desy Setyowati
27/7/2021, 17.23 WIB

Permintaan pinjaman ke startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) diperkirakan meningkat di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menjelaskan perbedaaan pinjaman online atau pinjol ilegal dan resmi.

Pertama, fintech lending resmi pasti terdaftar di OJK, sehingga diawasi. “Kenali perbedaannya, supaya tidak terjebak dan dirugikan oleh pinjaman online ilegal di kemudian hari,” kata juru bicara OJK Sekar Putih Djarot dikutip dari Instagram @ojkindonesia, Selasa (27/7).

Fintech lending resmi menyampaikan identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas. Ketiga, menyeleksi pemberian pinjaman.

Keempat, memberikan informasi terkait biaya pinjaman dan denda. Kelima, total biaya pinjaman maksimal 8% per hari.

Keenam, maksimal pengembalian 100% dari pinjaman pokok, termasuk denda. Ini berlaku untuk kredit tenor 24 bulan.

Ketujuh, perusahaan hanya mengakses kamera, microphone, dan lokasi. Kedelapan, peminjam yang tidak melunasi utang hingga batas waktu 90 hari, akan masuk daftar hitam.

Kesembilan, memiliki layanan pengaduan konsumen. Kesepuluh, tidak menawarkan produk lewat komunikasi pribadi seperti WhatsApp, SMS, dan lainnya tanpa izin pengguna.

Terakhir, pegawai atau pihak yang menagih utang harus memiliki sertifikat penagihan yang dikeluarkan dan/atau ditunjuk oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Sedangkan platform pinjaman online ilegal memiliki 11 ciri. Pertama, tidak memiliki izin resmi. Kedua, tak mempunyai identitas pengurus dan alamat kantor jelas.

Ketiga, pemberian pinjaman sangat mudah. Keempat, tidak menjelaskan informasi bunga dan denda pinjaman.

Kelima, bunga atau biaya pinjaman tak dibatasi, sehingga terus bertambah. Keenam, total pengembalian utang, termasuk denda, tak terbatas. Alhasil, nilainya bisa jauh melebihi utang pokok.

Ketujuh, mengakses seluruh data di ponsel peminjam. Kedelapan, mengancam peminjam dengan teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik hingga menyebarkan video atau foto pribadi.

Kesembilan, tidak menyediakan layanan pengaduan. Kesepuluh, menawarkan produk lewat SMS, WA, dan lainnya tanpa seizin pengguna. Terakhir, penagih tidak mempunyai sertifikat penagihan resmi dari AFPI.

OJK mengimbau masyarakat mengecek platform pinjaman online terlebih dulu, sebelum meminjam. Pengecekan bisa melalui kontak 157, situs resmi OJK, WhatsApp 081 157 157 57, maupun email konsumen@ojk.go.id.

Apalagi, ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memperkirakan, permintaan pinjaman konsumtif meningkat saat PPKM level 4. “Saya rasa akan semakin banyak kredit yang mengarah ke konsumtif,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (27/7).

Hal itu karena banyak pekerja yang terkena dampak PPKM darurat, bahkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Fintech lending dinilai menjadi alternatif pengajuan pinjaman.

Penyaluran pinjaman konsumtif juga dinilai naik, karena sektor produktif terkena dampak PPKM level 4. “Semakin banyak usaha yang gulung tikar di tengah pandemi Covid-19," katanya.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan