Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berencana memangkas bunga kredit harian hingga 50%. Saat ini, bunga pinjol atau pinjaman online resmi untuk konsumtif 0,8% per hari dan produktif 16% - 30% per tahun.
"Kami turunkan batas atas maksimal pinjaman bunga (per hari) kurang lebih 50% supaya fintech bisa lebih terjangkau, dengan skala ekonomis yang lebih murah," kata Ketua Umum AFPI Adrian Asharyanto saat konferensi pers virtual, Jumat (22/10).
Dengan bunga yang lebih rendah, AFPI berharap masyarakat bisa membedakan layanan pinjaman online yang resmi dengan pinjol ilegal.
Bunga fintech lending untuk pinjaman produktif saat ini 16% – 30% per tahun. Sedangkan bunga pinjaman konsumtif dibatasi 0,8% per hari dengan maksimal bunga dan biaya lainnya tidak lebih dari 100%. Ini artinya, bunga, denda, dan biaya lainnya tidak melebihi utang pokok.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menambahkan, bunga pinjaman per hari akan turun 50% dari 0,8% menjadi 0,4%. Ini dinilai akan berdampak langsung pada layanan yang diberikan dan konsumen.
Ia mengatakan, perusahaan fintech akan cenderung memilih peminjam yang kurang berisiko. Risiko yang dimaksud yakni kemampuan membayar pinjaman.
Hal itu juga berdampak pada tingkat pencairan dana dari perusahaan fintech. Ini Artinya, jumlah pinjaman yang diberikan bisa jadi tidak sebesar sebelumnya.
"Ini untuk menyeimbangkan risiko dan keuntungan yang ditanggung pemberi pinjaman," kata Sunu.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap bunga kredit fintech di Indonesia terjangkau bagi masyarakat. “Kami meminta perusahaan pinjaman online atau fintech legal memberikan suku bunga yang lebih murah," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id, Senin (18/10).
Namun Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, risiko kredit macet berpengaruh terhadap bunga fintech. Sedangkan risiko gagal bayar pinjaman meningkat di tengah pandemi corona.
Selain itu, fintech menggaet investor baik individu maupun institusi untuk bisa memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pelaku usaha di sektor ini harus mempertimbangkan imbal hasil yang menarik minat investor.
Meski begitu, Bima menilai bahwa jarak antara imbal hasil berinvestasi di deposito dengan di fintech lending sangat jauh. “Andaikan bunga fintech turun 5%, perbedaannya masih lebar,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (18/10).
Faktor lainnya yakni sektor pinjaman. “Bunga ini kan mahal karena banyak (pemain) yang masuk ke pinjaman personal guarantee untuk keperluan konsumsi,” kata dia. “Ini artinya, OJK harus tegas membatasi fintech yang masuk ke sektor pinjaman konsumsi.”
Ia mencatat, sebanyak 65% pinjaman fintech untuk keperluan konsumsi.
Faktor lainnya yaitu pengelolaan risiko kredit. AFPI memiliki pusat data yang disebut pusdafil, yang memungkinkan anggota mengecek peminjam ‘nakal’.
Pusdafil akan menyaring para peminjam, sehingga mengetahui fintech mana saja yang sudah dipinjam dan jumlah nominal pinjaman. Dengan demikian, potensi gagal bayar bisa diketahui.